Musuh Agama Adalah Sains?

Belakangan saya memperhatikan bagaimana kebangkitan liberalisme di Indonesia menjadi sesuatu yang ditakuti dan dibenci oleh pihak agamis (atau dalam hal ini saya cenderung menyamakan pihak agamis dengan Islamis, sebagai kaum agama mayoritas di Indonesia). Pihak agamis menuding liberalisme telah mengacaukansendi-sendi pengkultusan agama. Kebebasan berpikir serta penggunaan nalar dan logika yang "kebablasan", seolah-olah dianggap menjadi monster Dajjal yang dikhawatirkan akan merusak dan mengganggu tatanan kehidupan manusia yang sebelumnya telah diatur oleh agama. Tidak hanya liberal, belakangan ini kesalahkaprahan pengertian komunisme juga membuat rancu orang-orang sehingga dengan sok tahu kemudian juga memusuhi komunisme - dengan alasan komunis dipersepsikan sama dengan tidak percaya Tuhan. Musuh tidak hanya berhenti pada orang-orang komunis dan liberal, tapi kemudian orang agamis juga membenci paham-paham lain yang dianggap paham barat dan tidak sesuai dengan "syariat": sekulerisme, atheisme, humanisme, feminisme, dan segala hal berakhiran -isme yang lain. Intinya, orang Islam di Indonesia yang diklaim sebagai mayoritas di Indonesia, mengalami gejala tidak logis sebagai "victim syndrome", merasa seluruh dunia sedang membenci dan memojokkan Islam, dan hendak menghancurkan Islam. Mereka seperti merasa bahwa dunia sedang berkonspirasi memusuhi Islam... Liberalisme, sekulerisme, atheisme, humanisme, komunisme.... semuanya musuh Islam!

Namun, selepas membaca Seven Theories of Religion dari Daniel L. Pals (edisi Bahasa Indonesia, terbitan Qalam tahun 2003) - saya jadi kemudian terpikir bahwa musuh Islam sejatinya adalah sains. Atau, secara global dapat dikatakan bahwa musuh agama sebenarnya adalah sains. 

Ngomong-ngomong, saya sudah pernah menulis tentang agama versus sains, bagaimana proses penalaran keduanya jauh berbeda dalam artikel Sains dan Agama. 

How can?


Karena kemajuan sains dan pengetahuan yang banyak mengubah pemikiran manusia, menjadikan agama bagaikan sebuah dongeng indah buat anak-anak. 
Anak-anak, dengarkan!  
Sesungguhnya Tuhan hanya satu. Ia berada di Kerajaan Surga, atau Ia berada di atas langit, dengan malaikat-malaikat sebagai asisten-Nya. Tuhan menciptakan langit dan bumi dalam waktu 6 hari (dan konon katanya 1 hari Tuhan sama dengan seribu tahun). Ia menciptakan manusia dari tanah, dan setan dari api. Manusia pertama adalah Adam, dan Hawa diciptakan dari tulang rusuknya. Adam dan Hawa makan buah terlarang, maka sebagai hukumannya mereka harus turun ke bumi. Dan seterusnya, dan seterusnya...
Saya yakin Anda sudah familiar dengan cerita itu.

Cukup menarik untuk diperhatikan, ketika agama lahir untuk membasmi kesirikan atas kepercayaan terhadap dewa-dewi dan patung berhala, serta membasmi takhayul-takhayul syirik tidak masuk akal lainnya - nyatanya agama juga melahirkan takhayul-takhayul serupa dalam wujud yang agak"modern" dan agak bagusan dikit, walaupun terkadang juga sama tidak masuk akalnya. Dewa-dewi itu tidak ada, tapi Bouraq ada. Animisme itu primitif, patung berhala itu bodoh - tapi secara tidak sadar sholat kudu menghadap ka'bah atau berdoa di hadapan salib.

Saya tidak akan keberatan jika kita berusaha memaknai kisah dongeng penciptaan dunia dan manusia itu secara metaforis, atau sebagai sekedar simbol-simbol yang memudahkan manusia pada masa itu untuk mengerti (bisa kejet-kejet kalik kalau manusia pada masa itu dijejali teori singularitas atau evolusi). Namun, jika dimaknai secara harfiah, sains telah membuktikan bahwa kenyataannya Tuhan tidak menciptakan manusia dan alam semesta dengan "ujug-ujug jadi" atau "kunfayakun". Rupanya proses semesta ini terbentuk melalui evolusi perkembangan yang bertahap dalam waktu yang sangat laaaaaamaaaaa (usia alam semesta diperkirakan bermiliar tahun), demikian juga dengan kemunculan manusia dan makhluk hidup lainnya melalui sebuah evolusi yang membutuhkan waktu berjuta-juta tahun. Sampai di sini, seolah-olah sains mengkhianati "ajaran" agama. Sains membuktikan bahwa Tuhan menciptakan Adam dari tanah terdengar seperti dongeng. 

Dimanakah Tuhan? Sedang apakah Tuhan?


"Tidakkah kamu merasa aman dari Allah yang berada DI LANGIT bahwa Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang. Atau apakah merasa aman terhadap Allah yang DI LANGIT bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat) mendustakan peringatan-Ku”. (QS Al-Mulk: 16-17).
“Sesungguhnya tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi lalu bersemayam DI ATAS ‘ARSY”. (QS. Al-A‘raf: 54).
Secara harfiah, dua ayat yang saya ambil dari Al-Quran di atas menyiratkan bahwa Tuhan ada di langit. Jika berdasarkan cerita Isra' Mijraj, maka terkesan bahwa nabi Muhammad pergi ke langit ketujuh dengan kendaraan Bouraq untuk menemui Allah. Manusia pada jaman dahulu berpikir bahwa semesta hanya bumi dan langit. Tidak pernah ada di bayangan mereka bahwa langit itu hanyalah atmosfer, dan di atas sana ada alam semesta - bintang, planet, galaksi lain, asteroid, supernova, black hole, dll. Tidak pernah ada di bayangan mereka bahwa bumi nyatanya cuma seupil di alam semesta. Memang sih, perjalanan manusia ke luar angkasa masih pendek, namun di semesta yang maha luasnya ini - dimanakah Tuhan berada? Sepertinya semesta tidak menyisakan ruang untuk tempat Tuhan berada. Namun tentu saja, hal ini jika kita beranggapan bahwa Tuhan adalah sebuah "sosok", atau sebuah "zat materiil", sebuah "personal", dan bisa jadi mungkin alam Tuhan berbeda dengan alam eksistensi kita ini. Yang jelas, di "langit" tidak ada Tuhan.

Tidak hanya bicara tentang makrokosmos, mari kita juga bicara tentang mikrokosmos. Mikrokosmos mencakup banyak hal: setiap sel... zat... atom.. elektron.. kuantum... yaaaah hal-hal kecil yang bikin pusing kepala (otak saya juga belum nyampe mikir begituan). Jika sebelumnya kita beranggapan bahwa Tuhan-lah yang menciptakan, mengatur, memelihara, memusnahkan - intinya Tuhan begitu turut campur dan berperan besar pada setiap kelangsungan keberadaan alam semesta,  mulai dari mikrokosmos hingga makrokosmos, nyatanya alam semesta bergerak mengikuti hukum-hukum alam yang teratur. Terikat pada suatu hukum keabadian yang tidak memungkinkan ada "tangan ghaib" untuk mengubahnya secara mendadak, atau secara seenaknya sendiri. Alam mengikuti hukum sebab-akibat. DNA dalam tubuh kita menjadi sebuah sistem yang menjadikan kita sebagai "manusia" dengan bentukan fisik demikian. Atom dengan elektron dan proton tertentu memiliki sifat yang demikian. Planet mengitari matahari akibat gravitasi. Ada sebuah rancangan super sedari awal yang membuat alam semesta seperti ini, seolah-olah meniadakan peran Tuhan yang "ikut campur" mengatur setiap perubahan alam. Kasarannya, Tuhan menciptakan alam dengan sistem pemrograman yang sudah disetting dengan jenius dari awal, dan kemudian sistem ini bergerak otomatis sedemikian rupa. Kadang berjalan mulus, kadang berjalan kacau.

Sampai di sini, dapat dipahami bahwa Sains menyangkal Tuhan ada di atas langit, dan Tuhan tidak turut campur secara langsung dengan kelangsungan alam. Entah pula dimana malaikat Mikail...

Anyway, Albert Einstein itu (kemungkinan) Pantheis...


Apakah Anda familiar dengan ungkapan terkenal dari Albert Einstein:
"Sains tanpa agama itu lumpuh, agama tanpa sains itu buta,"
Ungkapan terkenal itu sering diseret untuk kepentingan para kaum relijius untuk kepentingannya sendiri, seolah-olah menjadi statement: Einstein yang jenius seperti itu aja percaya agama! Namun, harus dipahami bahwa Einstein sendiri sebenarnya seorang pantheis. Kira-kira, gampangnya pantheis beranggapan bahwa Tuhan adalah alam dan hukum alamnya, bukan Tuhan personal seperti yang mewahyukan diri pada agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Coba baca tulisan menarik yang saya temukan di kompasiana mengenai Einstein sebagai pantheis: http://www.kompasiana.com/kupretist/einstein-saya-tidak-percaya-personal-god_551fec93a33311fa29b67519. Tuhan pantheis ini kurang lebih sesuai dengan konsep filsuf Spinoza.

Agama Benci-Sayang Dengan Sains

Sejauh yang saya ketahui, kaum agamis ini terlibat hubungan benci-benci sayang dengan sains. Yang nggak cocok dengan pahamnya dibenci, yang cocok dengan pahamnya disayang. Kaum fundamentalis jelas nggak bakal percaya dengan teori evolusi, karena mereka percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia Adam dengan ujug-ujug langsung jadi. Nggak pake proses jutaan (atau miliaran?) tahun dari homonid ke manusia homo sapiens.Yang terbaru, ada beberapa orang pula yang otaknya teracuni dengan konsep flat-earth yang kelihatannya ilmiah - mengatakan bahwa bumi ini datar, dan yang bilang bumi itu bulat adalah konspirasi NASA. And many people believe it. Ouch. 

Tapi lucunya, mereka bisa sebegitu gag percayanya dengan evolusi dan bumi itu bulat, tapi di lain sisi menikmati teknologi yang dihasilkan oleh sains. Sudah begitu, agama biasanya berusaha mencocok-cocokkan diri dengan sains melalui cocoklogi. Sebagai contoh teori bigbang dianggap sesuai dengan firman Tuhan Islam dalam Quran bagaimana Tuhan menciptakan langit dan bumi yang sebelumnya dalam kondisi bersatu kemudian dipisahkan (Q.S. 21:30). Ah, tapi bahkan definisi mana batas langit saja agama sebelumnya tidak bisa memberikan jawaban memuaskan. Mereka tidak percaya sains, tapi di lain sisi berusaha "fit-in" dengan sains modern. Dengan mengklaim penafsiran kitabnya sesuai dengan sains modern. Tapi selama cocok aja...

Apakah Agama Akan Dikalahkan Oleh Sains?

Antropolog E.B. Taylor dan J.G. Frazier mempercayai bahwa agama adalah suatu peradaban yang didorong oleh perkembangan intelektual manusia untuk memahami dunia. Dan peradaban berlandaskan agama ini suatu saat akan musnah, digantikan oleh sains yang mendasarkan semuanya pada pemikiran rasional dan fakta. Tapi apa memang akan begitu? Apakah suatu saat agama akan lenyap digantikan oleh sains?

Sejujurnya saya tidak meyakini hal itu. Yang saya yakini, sains akan menggantikan "agama skriptualis", yaitu agama yang mendasarkan seluruh kepercayaannya pada melulu teks kitab suci (atau hadist) secara harfiah (fundamentalis?). Yaa... mereka-mereka yang mendasarkan keyakinannya pada sesuatu yang sangat "old-school" dan tidak mengembangkan kepercayaannya dengan perkembangan jaman (meliputi teknologi, ideologi, kebudayaan, nilai moral, dll). Mereka yang percaya bahwa era keemasan agama harus exactly sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi dan sahabat-sahabatnya berabad-abad yang lalu. Fokus dan memprioritaskan diri pada syariat, dogma dan ritual, tanpa mau membebaskan dirinya pada sesuatu yang lebih relevan dan penting. Dengan kata lain: mereka yang menjalankan agama melalui check-list syariat, hingga bahkan melupakan nilai spiritualitas. Mereka yang sibuk berpahala dengan "sudah seberapa kamu menutup aurat" atau "makan pakai tangan adalah sunah nabi", hal-hal partikular yang sebatas identitas, tapi melupakan untuk melakukan sesuatu yang lebih penting seperti "menjaga lingkungan" atau "berbuah baik kepada sesama".

Selain itu, saya percaya bahwa manusia (tidak semua manusia, tentu saja) akan selalu membutuhkan sesuatu yang bisa menjadi pegangan hidupnya. Sesuatu yang sifatnya abadi dan "supranatural", suci dan agung. Ini mungkin akan disanggah Freud sebagai aksi neurotik mereka yang lemah jiwa, tapi bagi saya ini realita. Manusia membutuhkan sesuatu, dan itu bisa berwujud Tuhan, atau agama. Agama tidak akan hilang, jika agama mampu meleburkan diri ke dalam perkembangan jaman dan fokus kepada nilai-nilai luhur yang relevan sepanjang jaman seperti nilai moral humanis yang baik dan spiritualitas. Bisa jadi, sebagaimana pendapat antropolog Evans-Pritchard, bahwa agama bisa berjalan harmonis dengan sains. Ya, jika agama bisa menyesuaikan diri.

Komentar

  1. Saya agak kurang setuju dengan beberapa statement ini

    "Ada sebuah rancangan super sedari awal yang membuat alam semesta seperti ini, seolah-olah meniadakan peran Tuhan yang "ikut campur" mengatur setiap perubahan alam. Kasarannya, Tuhan menciptakan alam dengan sistem pemrograman yang sudah disetting dengan jenius dari awal, dan kemudian sistem ini bergerak otomatis sedemikian rupa. Kadang berjalan mulus, kadang berjalan kacau."

    sedikit kebolak-balik dengan akal sehat jika kita memandang Tuhan sebagai limited powerless... Di agama Islam, mereka percaya bahwa Tuhan mereka adalah pemilik kekuatan Maha Besar dan unlimited. Kecerdasan, kekuatan, dan kemampudaya ciptaannya.. Dari penciptaannya dan Maha kemampuannya dalam menciptakan dan mengatur tatanan alam semesta...

    Jauh dibalik itu,, saya sedikit suka anggapan bahwa Tuhan memang tidak selalu dalam sebuah bentuk zat atau materi... mungkin juga bisa dikatakan seperti kekuatan energi atau spirit... atau mungkin sudah diluar akal sehat kita... saat kita menilik kekuatan Maha Dasyat itu...
    Terlebih ciptaan tidak selalu mempunyai bentuk kan?
    Contoh simpelnya, apakah kamu bisa memberikan sebuah bentuk alam pikiran mu sendiri??? Ada dimana alam pikiranmu? tapi hebatnya kita bisa merasakannya, kita bisa mengetahuinya dan juga mempergunakannya,,,

    Dan juga statement mengenai cocoklogi yang dipaparkan...
    Saya juga kurang setuju dengan logika pikiran saya mengenai mereka yang suka memaksakan mencocok-cocokkan ayat2 dengan sains modern...
    Coba jikalau statement saya seperti ini...
    bagaimana jika memang Alquran memang cocok dengan sains...
    dan toh jika memang cocok apakah masih mendustakan...
    jika memang ayat quran adalah ayat dari Tuhan maka semua memang bisa dicocokkan bukan...
    Tidak ada sesuatu disengaja2kan... dan kebanyakan mereka yg mencocokkan bukan dari orang2 berpikiran dangkal,,, mereka yg mencocokkan juga bukan cuma satu..
    mereka dari kaum cendikiawan, pemikir filsafat, penemu sains (karena beberapa cendikiwian muslim adalah beberapa penemu sains ke sains modern.. coba anda bacca lebih lagi ttg sejarah muslim dan temuan2 besarnya, contohnya angka 0 dan juga aljabar, dan angka tak terbatas, pi)

    Maaf jika ada yg tidak bisa diterima dalam kata2 saya,
    saya juga berpikir dalam ilmu logika dan tafsir...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alquran bukan ttg cocok atau tidaknya... tapi kekuatan bahasa didalamnya yg sanggup diterima sains dan akal sehat...
      jika kamu tak percaya kata2 saya, coba anda buka beberapa dialog dan debat doctor Zakir Naik... dia salah satu pembicara muslim yg menggunakan akal sehat dan membicarakan kesalahan2 fatal agama lain... ketika sains, agama, filsafat, dan logika di bahas dan diperdebatkan oleh Zakir Naik...

      dan tentang liberalisme... mgkn cocok bila liberalisme adalah ttg pembudayaan secara duniawi... mgkn saya juga tidak menyalahkan dan tidak terlalu takut dalam sebuah pemikiran liberalis... tapi kebanyakan kaum liberalis itu tak percaya Tuhan dan agama....
      Sebetulnya kenapa Agama ada?
      Kita ga mungkin hidup sementara tanpa sebuah kejelasan... jujur saja setiap manusia menghadapi kematian... dan kenapa kematian menjadi tujuan akhir manusia?
      Nah, kenapa Agama2 dengan keinginannya memasukkan pemikiran2 ttg dunia kematian dan tatanan kehidupan sebenarnya...
      Sungguh buat saya justru bodoh jika berpikir manusia lahir-hidup-sekolah-kuliah-kerja-menikah-tua-mati... and? tak ada makna kah?
      Apakah jika mati urusan kita dan kehidupan terputus?
      Mungkin begitu kaum liberalis berpikiran... mungkin saya tak menyalahkan bahwa beberapa orang punya persepsi masing2 ttg kematian...
      Tapi, justru saya lebih memilih kemungkinan dibalik kemungkinan yang lebih pasti...
      Agama telah menunjukkan afterlife... so, believe or not? semua tergantung kita.... tapi disini justru bagaimana akal sehat kita menerima semua hal itu...
      Agama banyak macam... dan bukankah mempelajari sesuatu yg ambigu justru lebih menarik...

      Di Islam, (kebanyakan kami yg islam yg berpikiran logis),,, Tuhan tahu psikologis manusia... dan Alquran telah dirancang sedemikian rupa agar akal sehat manusia bisa menerimanya.. dan ttg cocoklogi itu semua itu bisa terjadi karena naskah alquran itu tidak samar2, semua dipelajari dan di kaji secara ilmiah... jika ada satu saja ayat yg menyimpang pasti kami tahu semua
      bukankah pernah dikatakan bahwa manusia adalah ciptaan dengan derajat paling tinggi diantara makhluk lainnya... punya kecerdasan dan kehendak..

      Jika orang berpikir...
      Kenapa memperpautkan agama dan politik? agama dan sains? agama dan intelektual?
      Terlalu lucu buat saya jika Agama cuman bagian kebutuhan rohaniah semata, demi kelangsungan tata hidup manusia ... justru itu cuma sebagian...
      Agama justru condong lebih kaya dan lebih sempurna untuk mendukung sepenuhnya kehidupan manusia di dunia... termasuk tujuan akhir mereka setelah mati.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Wow... commentnya panjang sekali hingga saya bingung mau membahas mulai dari mana..
      Saya bahas beberapa aja ya.

      1. Well, bahasa adalah sesuatu yang multitafsir. Alhasil, bisa dicocok-cocokkan. Termasuk Al-Quran dan kitab suci lainnya. Termasuk ramalan ala Nostradamus, Jayabaya dll. Al-Quran adalah kitab panduan, jangan bilang bahwa itu adalah kitab sains. Jika memang Al-Quran adalah kitab sains - maka adakah ilmuwan yang menemukan pengetahuan baru hanya belajar dari Quran? Ilmuwan-ilmuwan islam yang terkenal itu rata-rata orang Farsi, dan sebutannya mu'tazilah (filsuf Islam) kalau nggak agak mistik2 semacam Jalaludin Rumi. Kalau mereka hidup saat ini, mereka akan dituduh sesat, liberal, dll.

      2. Liberal adalah merayakan kebebasan nalar. Agama adalah serangkaian dogma. Dua hal itu suka ga cocok. Ataupun kalaupun cocok, setiap orang punya pemahaman berbeda-beda.

      3. Islam memang tidak menyembah kabah. Kabah adalah simbolisme bagi umat muslim. Sebagaimana salib adalah simbolisme bagi Kristiani, atau bahkan patung-patung animisme dinamisme yang suka diejek-ejek orang "beragama". Dari awal manusia cenderung menyembah sang Maha Esa. Penerjemahan Esa ini yang berbeda-beda tiap kepercayaan dan agama.

      Hapus
  2. Yang cocok diambil dan dibangga2kan, yang tidak cocok dan bertolak belakang pura2 gak liat hahaha itulah realita kaum agamawan ketika dihadapkan dengan sains

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer