Story of My Love Life : Jodoh Adalah Kebetulan yang Romantis (Part 3)

Lanjut lagi ya curhatannya.

Melalui part 1 dan part 2, saya sudah cerita kalau saya akhirnya punya pasangan (*cieee).

Sampai detik ini, semuanya rupanya mengalir cukup mudah. Entah bagaimana semesta bisa mempertemukan kami 2 orang yang terpisah jarak dan tidak pernah kenal sama sekali sebelumnya, melalui sebuah aplikasi kencan digital. Padahal awalnya saya ga berniat terlalu serius, sempat skeptis dan pesimis, eeehhh... kok ya bisa jadi. Tuhan memang Maha Humoris dan ahlinya Ironi. 

Akan tetapiiiii.... kedekatan dengan mas S sempat bikin saya stress juga sebelumnya. 

KECEMASAN ASMARA




Apa itu kecemasan asmara? Kecemasan asmara adalah kecemasan mengenai hubungan asmara (*ya iya lah). 

Habis putus setelah 7 tahun pacaran bikin saya galau. Saya tahu galaunya saya ini lebay banget, mengingat masih ada orang yang masalahnya lebih parah lagi dari saya. Karena saya tahu perkara asmara ini perkara "ecek-ecek", saya berusaha menertawakan kandasnya hubungan asmara ini dengan ketawa-ketawa dan bersikap santai. Eh, tapi ternyata tetap saja meninggalkan bekas trauma tersendiri.

Ditambah lagi, saya ini juga overthinking parah.... dan ini suka bikin saya jadi cemas untuk banyak hal sepele. Saya tahu kecemasan ini yang suka membatasi saya untuk melakukan banyak hal. Saya tahu saya ini aneh. Ingin rasanya kapan-kapan menemui psikolog atau psikiater untuk periksa otak saya ini normal atau enggak. Apakah saya ini mengalami gejala anxiety disorder atau enggak. (Sejauh analisa saya, saya ini introvert, suka cemas, penakut, melankolis, submisif, kurang percaya diri, overthinking, suka stress di tengah keramaian dengan orang-orang yang tidak terlalu saya kenal.... intinya satu hal yang bisa bikin saya bertahan cuma selera humor saya). 

Waktu awal dekat dengan mas S saya kepikiran macem-macem (berhubung saya sudah baper). Jangan-jangan doi player. Jangan-jangan doi cuma cari cewek buat ditidurin. Jangan-jangan kita ini ga cocok. Jangan-jangan chemistry kita ini ga real. Jangan-jangan dia cuma pengen main-main. Jangan-jangan dia psycho. Jangan-jangan dia cuma iseng. Jangan-jangan kita ini ga satu frekuensi. Jangan-jangan saya dikibulin. Jangan-jangan lama-lama dia akan melihat keburukan saya, trus kabur. Jangan-jangan saya tidak cukup baik untuk dia atau lama-lama saya yang ilfil sama dia. Ya hal-hal serandom itu lah.

Lebay sih. Saya tahu. Tapi pikiran-pikiran jahanam itu tetap saja merasuki otak saya sampai saya pusing sendiri. Saya sampai kewalahan.

Masa awal dekat dengan mas S disertai gejala tubuh yang clearly mengindikasikan bahwa saya stress: susah tidur dan sembelit. Selama beberapa hari saya baru bisa tidur mendekati tengah malam, lalu dalam 4 jam kemudian saya sudah bangun dengan hati berdebar-debar dan nggak bisa tidur lagi. Ini adalah gejala tidak normal mengingat semua orang yang mengenal saya tahu bahwa saya ini hobinya tidur. Selain itu saya juga sampai sembelit, dan untuk pertama kalinya sampai perlu minum obat pencahar dulcolax. Rasanya ternyata ga enak banget di perut pas waktunya mules-mules... walaupun kelegaan setelahnya sangat menyenangkan dan bikin hidup indah lagi. Haha. Thankyou Dulcolax! (*skalian promosi)

RELATIONSHIP'S CLOSURE




Saya tahu stress saya itu salah satunya disebabkan oleh trauma hubungan sebelumnya. Err.. it's such a long story, mungkin suatu hari saya bakal bikin edisi curhatan saya tentang ini... Yang jelas pas putus ini bikin saya agak curigaan sama lelaki, setelah sebelumnya saya tipe pacar yang sama sekali cuek dan ga posesif (eh ternyata sedikit posesif itu penting).

Saya selalu berpikir bahwa setiap hubungan percintaan (baik dalam term "jadian" atau sekedar gebetan) harus punya semacam closure yang clear dan finished supaya bisa memulai hubungan baru dengan baik. Tanpa adanya closure yang baik, maka baggage dari romansa percintaanmu di masa lalu bisa mempengaruhi hubunganmu selanjutnya. Apalagi closure putus cinta yang penyebabnya berakhir "belum tuntas", contohnya karena hal-hal seperti beda agama, tidak direstui orangtua, atau perkara cinta ga kesampaian. Duh, rawan kebawa terus ga bisa move on sampe mati... (I know a man who is still dreaming about his first love in high school, 35 years later....). 

Closure saya untuk hubungan terakhir saya adalah: sesemantan ternyata bukan lelaki yang baik. Saya kira closure ini merupakan sebuah closure yang baik karena saya tidak akan berpikiran untuk kembali dengan mantan (lagian ga bisa juga balikan) atau saya juga tidak akan menangisi kepergiannya dengan hati yang masih mencintai. He's just my past. He's an asshole. I don't love him anymore. 

Closure ini memang mengakhiri perasaan saya. Tapi rupanya... closure semacam itu justru menjadikan saya sangat pesimis dan memandang bahwa kebanyakan laki-laki tabiatnya tukang selingkuh atau monogami itu bukan "fitrah natural" manusia. Itulah yang bikin saya stress dan mengira-ngira bahwa mas S mungkin adalah salah satu lelaki yang demikian. Closure yang saya kira cukup baik itu justru memenjarakan saya pada prasangka yang tidak membebaskan saya untuk memulai hubungan yang baru.

Sampai kemudian, saya mendapatkan petunjuk closure yang membebaskan saya. Menariknya, hal itu justru saya dapatnya dari mas S.

Apa itu? Rahasia. Haha.

The point is, this closure helps me a lot to start my new relationship with different perspective. Walau berat, saya tidak lagi menyalahkan mantan untuk ending hubungan kami yang buruk. Saya bahkan bisa menerima bahwa ending hubungan saya yang buruk separuhnya adalah karena kesalahan saya. Saya pun bersyukur bahwa closure ini saya dapatkan dari mas S yang secara terbuka memberikan pandangan baru buat saya. Sejak mendapatkan pencerahan ini, saya sudah tidak terlalu sering ngebahas mantan lagi. Tapi... saya malah kepikirannya mantannya mas S dan ini bikin saya jealous-jealous sendiri. Haha.

Memang kadang paranoid dan kecemasan saya masih ada, apalagi kalo pas waktunya rindu dan PMS. Tapi saya bersyukur mas S setidaknya masih bisa nge-handle saya di waktu-waktu seperti itu. Saya sendiri juga berupaya untuk melihat setiap "keparnoan" saya dengan serasional mungkin sehingga tidak membuat saya sampai obsesif terlalu parah. Saya juga berusaha untuk terbuka dan langsung straight to the point bilang mengenai kecemasan saya ke mas S supaya dia tahu dan nggak menebak-nebak. Saya tahu otak laki-laki dan perempuan berbeda, dan saya terlalu "tua" untuk bermain ngambek-ngambekan dan membiarkan lelaki harus menebak isi pikiran saya.

SO LOVE IS REALLY THAT WONDERFUL




Cinta adalah salah satu inspirasi paling besar dalam hidup manusia. Cinta mungkin bisa bikin cemburu buta macam suami membunuh istrinya karena sang istri ketahuan selingkuh (serem amat ya), tapi cinta juga bisa menghasilkan musik dan puisi indah. Cinta juga bisa bikin saya yang suka berlagak cool jadi nulis tulisan alay macam begini. And yes, love is really a wonderful feelin..

Terakhir saya jatuh cinta mungkin... 8 tahun lalu. Fase lama sama mantan bisa dibilang sudah bukan jatuh cinta, tapi lebih ke tahap yang sering orang sebut attachment. Jatuh cintanya itu sendiri, terjadi di awal-awal hubungan. Jatuh cinta adalah fase paling menyenangkan.... itulah kenapa orang suka flirting dan bilang bahwa masa pendekatan adalah masa paling indah dari setiap hubungan. Dan saya sedang menikmati dan merasakan indahnya jatuh cinta.

Sometimes this feelin make me overwhelmedThe first met.. the first touch.. the first I love you.. the first date... the first kiss.. Seperti rekaman rusak yang saya putar-putar dalam kepala sambil mengenang saat-saat menyenangkan itu. Cinta seperti bisa bikin saya menari gembira tanpa peduli apa pendapat orang lain. Oh, semuanya kini terdengar seperti lagu cinta.

Oh, rupanya jatuh cinta memang sememabukkan itu.

This dopamine level makes me crazy. 

(Saya kadang bersyukur saya bisa punya sisi emosional khas wanita yang membuat rasionalitas saya sesekali mengabur.... sehingga saya bisa menikmati perasaan menyenangkan ini. Saya tidak butuh drugs atau rokok. Saya cuma butuh jatuh cinta!)

LOVE IS BLIND




Saya tahu pasti bahwa idiom "tahi kucing rasa coklat" atau "jatuh cinta membuatmu buta" itu benar adanya. Entah bagaimana hormon-hormon di otak yang disebut cinta ini bisa mengacaukan pemikiran rasionalitasmu sehingga membuatmu "berhalusinasi" dalam kebahagiaan yang menyenangkan. Euforia cinta!

Saya suka ngelamun sambil mikir, rupanya apa yang kita ketahui bisa sebegitu berbedanya dengan apa yang kita rasakan. Contohnya: saya tahu ilusi "cinta" ini tidak benar-benar nyata, namun saya merasakannya dan perasaan ini indah dan nyata. Dalam sikon yang terburuk: ada orang yang tahu bahwa pasangannya bukanlah lelaki yang baik, tapi dia denial dan dan tetap mencintainya. Cinta bisa semembutakan dan sebodoh itu. Cinta bisa membuatmu jadi seorang masokis!

Di mata saya sosok mas S sejauh ini cukup sempurna. He is a nice, sweet, and sensitive guy. Kind of guy that easily make me fallin in love. Dia sederhana, ga neko-neko, sama sekali ga pernah ngomong sok keminter (sebagaimana beberapa lelaki yang seringnya bragging tentang dirinya), saya suka karena dia bisa menertawakan dirinya sendiri, perhatian, dan dia bisa memahami saya dengan baik. Dia menghargai apa yang saya lakukan dan bisa meng-encourage saya saat saya lagi down dan butuh semangat. Kami punya perbedaan pandangan soal hal yang cukup prinsipil, tapi dia ga pernah maksa saya atau merubah saya untuk berpikiran sama dengannya. Saya ngerti dia punya beberapa kelemahan, tapi itu tidak menjadikannya sesuatu yang menghalangi saya untuk sayang sama doi.

Yang saya sukai dari hubungan ini adalah setidaknya untuk saat ini kami berdua punya visi yang sama. Saya tidak mendambakan hidup berkeluarga dalam kesuksesan yang bergelimangan harta... saya hanya ingin hidup bahagia. Begitu pula dengan dirinya. Saya mungkin sering bilang: gambaran surga buat saya adalah bersantai di rumah bersama keluarga. Sesekali bertengkar rebutan channel televisi atau makanan. Menghabiskan waktu bersama pasangan dengan ngobrol sambil bercanda. Kadang pergi keluar bersama teman-teman dekat. Tertawa untuk hal-hal sepele dengan bahasa yang hanya dimengerti oleh kami. Hal-hal sesederhana semacam itu. (Terutama apalagi ketika kamu telah mengetahui sedihnya kehilangan salah satu orang yang kamu cintai, maka gambaran surga hanyalah cukup berkumpul dengannya).

Kami juga punya visi yang serupa tentang cara kami menikmati hidup, dengan kesederhanaan dan idealisme kreativitas kami. It's important for me. And I'm glad i found someone that want to share and work on his vision with me. 

Tapi lalu terkadang ini membuat saya berpikir:
Apakah saya mencintanya karena dia baik, atau dia terlihat baik di mata saya karena saya mencintainya?
Hey, rupanya sebab-akibat bisa kebalik-balik seperti ini.

JATUH CINTA ADA MASA KADALUWARSANYA


Blue Valentine - film yang menunjukkan bahwa hubungan cinta bisa berakhir biarpun elu kawin ama cowok seganteng Ryan Gosling!

Tapi saya juga tahu persis bahwa jatuh cinta ada masa kadaluwarsanya. Kalo scientist bilang, fase in love cuma bisa bertahan maksimal 3 tahun. Saya menyalahkan kemampuan adaptasi manusia yang menyebabkan fase jatuh cinta itu tidak abadi. Seandainya abadi dan manusia bisa puas dengan monogami, maka hidup akan jauh lebih mudah dan damai. Life will be less drama.

Jadi, saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Satu hal yang jelas, euforia jatuh cinta ini suatu saat akan pudar. Namun attachment harus kuat dibangun supaya kami bisa merasa nyaman dan damai dalam hubungan monogami ini. Saya harus bersiap menghadapi segala "kelucuan" dan "kegemasan" yang muncul di fase in love akan berubah menjadi sesuatu yang "annoying" ketika fase in love ini berakhir. Demikian dengan mas S, harus bersiap menghadapi bahwa saya mungkin akan sangat menyebalkan di masa depan.

Saya berusaha bersikap realistis. Saya harus bersiap diri bahwa akan ada kemungkinan terburuk di dalam setiap hubungan. Seperti lagu Jatuh Bangun : "Percuma saja berlayar kalau kau takut gelombang, percuma saja bercinta kalau kau takut sengsara....". Namanya jatuh cinta, resiko ditanggung penumpang.

And I know for sure that there is no perfect relationship. Termasuk di hubungan saya dan mas S yang masih anget-anget ini. Kalaupun saat ini semuanya terasa mudah dan sempurna, itu karena kami lagi fase in love aja jadi semuanya memenuhi idiom "tahi kucing rasa coklat" itu tadi. Dari awal saya udah was-was bahwa semuanya tidak mungkin akan semudah ini... sehingga saya ketar-ketir sendiri nungguin batu sandungan di hubungan kami.

Oh yes, dan memang akhirnya nemu juga ada beberapa masalah dalam hubungan kami. Kami berdua sama-sama tahu, tapi berhubung masih di fase in love.. jadinya masalah ini nggak dibahas terlalu serius. Hahaha...

....

Kami nggak bisa bisa menebak masa depan kami akan seperti apa. Bisa jadi kami berakhir seperti film romantic-comedy (yang endingnya happy), atau film romantis ala film indie (yang endingnya seringnya pahit dan apes). Mungkin di masa depan visi kami tidak lagi sama, mungkin perasaan ini tidak lagi sama, siapa yang tahu? ... well, ada banyak kemungkinan-kemungkinan di kepala saya yang super pesimis ini. Saya bersyukur mas S orangnya lebih optimis dari saya.. sehingga ada penyeimbang dalam hubungan ini.. haha.

Tapi saya juga percaya yang namanya cinta itu bisa dipelihara kok. Apalagi kalau cinta itu pernah ada. Biarpun mungkin butuh drama dan usaha kerja keras, kalo keduanya mau sama-sama berjuang, maka ending ala film romantic-comedy harusnya bisa dicapai....

Hey, tapi siapa yang bisa menebak masa depan?

Komentar

  1. baca curhatan ke 3 ini jd inget review Niken ttg film Anomalisa, ini gw sadur kata Niken ya ;

    "serupa ketika kita jatuh cinta. Mendadak, dunia tidak lagi membosankan."

    "Yaaa... perasaan jatuh cinta itu memang tidak abadi. Kemampuan adaptasi manusia punya efek samping menghasiilkan rasa bosan. Kesempurnaan pasanganmu saat kamu sedang fase jatuh cinta mendadak mengabur, dan kamu akan melihat orang yang dulu pernah kamu cintai menjadi tidak lebih dari annoying people, atau bahkan orang yang "asing". Sama seperti yang Michael rasakan pada Lisa pada akhirnya. Dan ini.... menakutkan. "

    gw mungkin merasakan hal tsb spt yg dijelasi Niken di reviw Anomalisa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm iya.. jatuh cinta itu memang ada kadaluwarsanya. Entah kita yang bosan, atau pasangan yang bosan. Mencemaskan ya.. :(

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer