Mensyukuri Hubungan Tujuh Tahun yang Kandas

Beberapa hari yang lalu saya dihubungi seseorang yang membuat saya kembali mengingat lembaran masa lalu saya, ketika saya masih bersama mantan kekasih dan sebab musabab putusnya hubungan kami yang sudah terjalin lebih dari tujuh tahun. Hal ini kemudian mendorong saya untuk menulis tulisan berbau curhat dalam judul yang saya harapkan cukup menarik perhatian ini : Mensyukuri Hubungan Tujuh Tahun yang Kandas.

Sebenarnya saya sudah cukup sering menulis curhatan saya soal ini di blog ini, hingga mungkin beberapa dari kalian yang pernah membaca tulisan saya sebelumnya akan merasa saya perempuan yang belum bisa move on - karena masih saja menulis topik yang sama berulang kali, bahkan tiga tahun setelah hubungannya kandas! Tapi anggap saja tulisan saya kali ini dalam blog setengah curhatan setengah kontemplasi ini adalah perjalanan retrospektif ala "Eternal Sunshine of the Spotless Mind" buat saya untuk menjalani kehidupan percintaan berikutnya dengan lebih baik. Amen!

....

Mungkin kamu cukup familiar dengan lawakan yang terangkum dalam meme seperti ini:



Biasanya, hal ini diucapkan oleh seseorang untuk menyindir mereka yang menjalin hubungan pacaran terlalu lama, tapi enggak nikah-nikah.

Serupa dengan itu, mungkin kita juga cukup sering mendengar kalimat netizen terlontar saat menanggapi berita selebriti yang pacaran tidak butuh waktu lama tapi langsung menikah (sebut saja: Putri Marino dan Chicco Jerikho, atau Raisa dan Hamish Daud - yang kabarnya cuma pacaran beberapa bulan sebelum menikah). 
"Wah, ini namanya jodoh ya. Ga butuh waktu lama!"

Komentar-komentar seperti ini biasanya membuat saya jadi memikirkan nasib kisah cinta saya sendiri. Bagaimana saya menjalin hubungan dengan sesemantan yang lama pacarannya menyentuh angka tujuh tahun, sebelum akhirnya putus dengan cara yang... well, sedikit brutal.

Saya tidak akan bercerita panjang lebar soal hubungan kami terdahulu, tapi beginilah gambaran kasarnya: saya berpacaran dengan sesemantan dari usia 19 tahun dan berakhir pada usia 26 tahun. Tujuh tahun menjalin hubungan tentu bukan waktu yang sebentar, apalagi sesemantan pacar pertama. Dia memutuskan hubungan kami beberapa bulan sebelum acara lamaran formal dan dua hari setelah kami hunting cincin tunangan. Setelah putus sekitar tujuh bulan, sesemantan saya kemudian menikahi perempuan lain.

Kisah cinta saya mungkin tidak sedramatis film-film drama di serial TV (tidak ada yang sekarat, tidak ada memergoki pacar selingkuh di atas tempat tidur dengan wanita lain, dan adegan-adegan plot twist dramatis lainnya), namun nasib kisah cinta saya ini sudah lumayan bisa dijadikan bahan lagu yang akan menyentuh pendengar mainstream. Dear Taylor Swift, could you write song about me?


...

Apakah saya sempat sedih akan hubungan lalu saya yang gagal?

Oh, tentu. Saya sempat mengalami fase mentally & emotionally breakdown karena putus, apalagi putus (atau diputuskan) dengan cara yang tidak baik dan tidak gentle. Belum lagi ditinggal kawin tidak lama setelahnya.


Lalu, apakah saya menyesali hubungan saya yang dahulu?

Untunglah, kini saya sudah berada di fase yang orang bilang: sudah move-on. Dan saya merasa diri saya cukup dewasa, bijaksana, and totally move on, ketika saya juga bisa menjawab: saya tidak menyesal.

Saya sama sekali tidak menyesali pernah bertemu dan berkenalan dengan sesemantan, hingga menjalin hubungan dengan dirinya - dalam waktu yang relatif lama.

Saya mensyukuri pernah menjalin hubungan dengan sesemantan, sebagaimana saya mensyukuri hubungan saya yang kandas, dan mensyukuri putusnya hubungan kami dengan cara yang tidak baik.

Mari kita bahas orang-orang yang ngomentarin pasangan yang pacaran lama tapi tidak berujung ke pelaminan, sedangkan ada yang baru pacaran sebentar tapi langsung menikah. Komentar orang-orang biasanya seperti ini:
"Pacaran lama putus... Ternyata selama ini jagain jodoh orang,"
Ini satu hal yang perlu saya klarifikasi.

Jodoh itu nggak cuma orang yang kamu nikahi. Jodoh itu bisa juga berupa orang yang cuma kamu pacari. Jodoh itu bahkan bisa berupa kamu lagi laper di rumah lalu ada abang tukang bakso atau bapak jualan tahu campur lewat - itu juga jodoh!

Lagipula kenapa kamu menganggap kalau orang yang sudah menikah itu artinya sudah ketemu jodohnya?  Ketika kamu menganggap pernikahan adalah garis finish dari perjalanan mencari jodoh, maka bisa dipastikan kamu adalah orang yang terlampau naif. Pacaran bisa putus, menikah ya bisa cerai. Jodoh bisa berakhir, apapun statusnya (pacaran, menikah, atau bahkan... kekasih gelap?).

Lagipula, orang tuh ya, mau masih pacaran mau udah nikah, kalau selingkuh ya selingkuh aja. Jadi persetan dengan pria-pria yang saat masih pacaran suka nakal dengan alasan: "Puas-puasin dulu, kan masih pacaran. Nanti kalau sudah menikah baru tobat,". Oh, sekali kamu terbiasa mengkhianati komitmen monogami: selingkuh dan "jajan" saat pacaran, maka setelah menikah - yang tak lebih dari legalitas negara dan sakralitas agama - tidak akan mengubah tabiatmu yang doyan mencari selangkangan selain pasanganmu. Penyakit kelamin lebih akan membuat seseorang setia daripada pernikahan ~

Karena itulah saya menganggap bahwa sesemantan pernah menjadi jodoh saya. Dahulu. Namun rupanya kami telah berhenti berjodoh.

Saya mensyukuri pernah "berjodoh" dengan dirinya, biarpun harus kandas di tengah jalan. Mari saya jelaskan kenapa tidak menyesal.

....

ALASAN 1 : PRACTICE MAKES PERFECT

Jangan kira menjalin hubungan itu tidak butuh latihan. Jangan kira sekali dirimu cocok dengan seseorang, cinta kalian berdua yang begitu besar akan bisa mengalahkan segalanya. Jangan kira cinta membuat segalanya mudah. Fase jatuh cinta itu cuma bertahan rata-rata maksimal 3 tahun, setelah itu akan berupa attachment dan commitment. Godaan biasanya akan terasa lebih besar saat fase in love-mu ini sudah terlampaui.

Saya menganggap masa pacaran saya dengan mantan adalah masa latihan. Iyes, latihan menjalin hubungan. Apakah itu artinya selesai latihan saya bisa lulus menjalani ujian akhir? Oh tidak, latihan ini terus menerus. Tidak ada yang namanya ujian akhir. Dengan kekasih saya yang sekarang, saya masih berlatih menjalin hubungan. Tapi setidaknya dengan kekasih saya saat ini, saya sudah punya bekal bagaimana cara menjalin hubungan dengan baik dari gagalnya hubungan sebelumnya.


Salah satunya adalah perkara komunikasi. Saya tahu bagaimana saya bisa bersikap sangat sok tahu serta bersikap merendahkan kepada mantan saya yang dahulu. Kata pakar percintaan: cinta bisa pudar, namun bisa ditumbuhkan kembali. Namun ketika respek hilang, maka sulit untuk menumbuhkannya kembali. Sifat sok tahu dan meremehkan ini saya anggap menjadi salah satu andil kandasnya hubungan kami, karena itulah saya berusaha untuk meminimalisir itu saat menjalin hubungan dengan kekasih saya saat ini. Saya berusaha menjaga respek saya kepadanya sambil berusaha agar tidak membuat kekasih saya kehilangan respek dengan tingkah saya.

Contoh lainnya adalah perkara ngambek-ngambekan. Mungkin problem utama setiap pria dalam hubungan adalah ketika perempuannya ngambek dan mereka tidak tahu harus berbuat apa. Wah, saya sering banget ngambek kayak begini. Kalau sudah ngambek, saya diam dalam waktu yang lama sambil berharap pasangan saya tahu apa yang saya pikirkan - lalu dengan ajaibnya melakukan apa yang saya ingin ia lakukan.

Tapi kemudian saya belajar untuk menelanjangi ego saya dan menghilangkan sifat ngambek saya yang super ga penting ini. Kalau ada sesuatu yang mengganggu saya, alih-alih menyimpannya sendiri dan ngambek, saya mengutarakan dengan dewasa tentang hal yang mengganggu saya itu kepada pasangan. Hal ini memang seperti merendahkan harga diri saya sendiri, tapi dampak selanjutnya baik. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Pasangan saya bisa langsung tahu maksud saya apa, dan saya sendiri tidak capek menyimpan marah dalam bentuk ngambek berhari-hari. Win-win solution!

Perkara seperti ini aja, ternyata, butuh waktu latihan yang lama lho. Rupanya saya butuh latihan untuk akhirnya tahu, sadar dan menerima, kalau our partner can't read our mind!

Pacaran sebagai latihan menjalin hubungan adalah satu hal yang tampaknya luput dari perhatian penggiat anti pacaran dan nikah muda. Dikiranya saat pacaran cuma ada cium-cium dan esek-esek. Dikiranya taaruf sebentar, cocok, lalu menikah dengan niat baik akan menghasilkan hubungan yang baik-baik saja. Pacaran dianggap sebagai hal yang buruk, namun tidak mau bertanggung jawab ketika kedua orang langsung menikah tanpa waktu berkenalan yang cukup akhirnya menemukan ketidakcocokan yang tidak bisa ditoleransi.

Tahu cerita drama yang melibatkan putri pengacara terkenal nan kontroversial - Salma, anak Sunan Kalijaga, dengan Taqy - seorang hafiz Quran? Keduanya taaruf, menikah, lalu hanya beberapa bulan kemudian sudah cerai. Ketika banyak orang menyalahkan si Salma yang dianggap childish dan punya masa lalu yang kurang baik, saya justru ingin menyoroti si Taqy.

Taqy adalah pemuda yang terlihat sempurna, just because doi hafal Quran dan nampak sholeh dan relijius. Taqy, di usia 21 tahun saat pernikahan, kabarnya tidak pernah berpacaran sebelumnya. Buat saya "tidak pernah pacaran" ini yang turut andil menyebabkan hubungan rumah tangganya bermasalah. Taqy, tidak pernah pacaran, tidak tahu cara menjalin hubungan dan menghadapi perempuan, lalu sekalinya menikah dengan perempuan "bold" seperti Salma? How can he handle her? By reciting quran verse and praying?

Anyway, dengan mengatakan bahwa practice makes perfect, saya ga mengatakan bahwa kamu harus banyak-banyak "latihan" (atau pacaran) sebelum menikah lho. Saya tahu proses orang menjalin hubungan dan mendapatkan jodoh berbeda-beda. Lagipula, ini bukan masalah kuantitas tapi kualitas! Percuma pacaran berulang kali, kalo kamu tidak pernah coba memperhatikan, menganalisa dan memahami hubungan yang kamu jalani. Belum pernah pacaran? Rajin-rajin dengar dan baca curhatan dan nasihat orang lain yang bisa kamu terapkan ke kisah cintamu sendiri.

...

ALASAN 2 : KARENA BERAKHIR DENGAN TIDAK BAIK

Saya mensyukuri karena sesemantan memilih untuk mengakhiri hubungan dengan tidak baik. Dia tampaknya menghindari aneka macam limpahan emosional - yang mungkin ia tidak sanggup handle, dengan memutuskan hubungan kami, by phone. Alasannya juga tampak mengada-ngada dan buruk (entahlah, mungkin saat ingin putus ia harusnya menyiapkan semacam pidato dulu alih-alih melakukannya secara spontan dan aneh). Percayalah, kamu harus bersyukur jika kamu diputuskan dengan cara yang tidak baik dan menyakitkan. Ini akan membuat semuanya lebih mudah ke depan.

Saya selalu bilang untuk memulai hubungan baru, kamu harus punya good closure dengan hubungan yang terdahulu. Jangan sampai ada unfinished business dengan hubungan yang lalu, yang akan membuat "unfinished business"-mu ini menghantuimu sampai nanti. Good closure adalah ketika kamu pada akhirnya menyadari cintamu sudah mati dengan kekasihmu sebelumnya. Sedangkan unfinished business adalah ketika hubunganmu doank yang berakhir, tapi cintamu enggak.

One Day (2011), film sepasang teman yang punya "unfinished business" bertahun-tahun...
Jadi, lebih baik putus karena diselingkuhi daripada karena beda agama atau tidak direstui orang tua. Sering lihat video viral tentang kisah pilu seseorang yang datang ke pernikahan mantannya lalu membuat drama? Hampir selalu alasan kandasnya hubungan mereka adalah karena tidak direstui orang tua. Situasi seperti beda agama dan tidak direstui orang tua buat saya adalah unfinished business, sedangkan perselingkuhan adalah good closure.   

Maka setelah putus dengan cara yang kurang baik, saya hanya menangisi kandasnya hubungan kami, tapi saya tidak pernah menangisi orangnya. Ini adalah dua hal yang berbeda lho. Menangisi orangnya artinya saya masih ingin balikan sama doi, tidak menangisi orangnya artinya saya bersyukur ga jadi sama doi.

Kalaupun ada sampah emosional yang tertinggal, itu adalah pertanyaan kenapa sesemantan lebih memilih perempuan lain daripada saya untuk dijadikan pendamping hidupnya? Ini beban yang terbawa terus hingga lama (selain beban rasa marah). Ada perasaan insecure seperti: apakah saya kurang cantik, kurang seksi, kurang baik, kurang mandiri, dll?

Untungnya saya justru menemukan jawabannya dari mulut kekasih hati saya saat ini. Secara bijaksana, kekasih saya ini - dulu masih pendekatan ya belum in a relationship - bilang bahwa bukan karena saya "kurang sesuatu", tapi mungkin karena sesemantan memang tidak cinta lagi dan memilih orang lain untuk jadi partner hidupnya. Hal ini membuat saya lebih mudah untuk "mengampuni" diri saya sendiri, dan juga dosa-dosa sesemantan.

Duh, gimana saya ga jatuh cinta sama kekasih saya sekarang?

...

ALASAN 3 : PUNYA BAHAN PEMBANDING

Saya tidak tahu apakah alasan ini adalah alasan yang akan disepakati oleh pakar percintaan bersertifikat. Membanding-bandingkan kekasih baru dengan mantan kekasih adalah hal yang buruk - karena setiap orang punya sifat yang berbeda, dan tidak ada orang yang suka dibanding-bandingkan.  Saya juga bisa murka kalau kekasih saya membandingkan saya dengan mantan-mantan pacar atau gebetannya.

Unless, mantan kekasihmu jauh lebih buruk daripada kekasihmu yang baru. In my case, ini yang terjadi. Alhamdulillah ya Allah ~

Sebenarnya, biarpun akhir hubungan kami tidak baik, saya tidak akan mengatakan kalau sesemantan saya adalah orang yang buruk. Kalo doi jahat, saya ga mungkin bertahan sampai tujuh tahun. He is a good guy. Kekasih saya saat ini juga good guy, but he is more than a good guy. Setelah pernah menjalin hubungan dengan sesemantan, lalu menjalin hubungan dengan kekasih saya yang baru ini, saya menyadari bahwa kekasih saya ini lebih baik - atau setidaknya, ia lebih cocok dengan saya, dan punya sifat yang lebih saya butuh dan inginkan.

Saya dan sesemantan punya banyak kesamaan, namun dengan kekasih saya saat ini punya lebih banyak kesamaan lagi. Lebih penting lagi: saya dan kekasih punya visi dan mimpi yang sama. Kami punya passion yang sama. Kami punya hobi yang sama. Kami punya selera humor aneh yang sama. At least, sampai saat ini. Doakan kami baik-baik saja, para pemirsa ~

Karena itulah kini saya bisa mensyukuri bisa lepas dari sesemantan dan menemukan kekasih lain yang jauh lebih cocok dengan saya, dan punya kualitas-kualitas sifat yang lebih saya kagumi.


Dengan analisa yang sama, maka saya bisa memahami kenapa sebagian orang tidak bisa lepas dari toxic relationship - terutama jika kekasihnya adalah pacar serius pertama. Saya juga bisa memahami kenapa seorang anak dari keluarga broken home lebih sulit menjalin hubungan daripada mereka dari keluarga yang harmonis. Ketika kamu tidak punya bahan pembanding, maka sulit mengukur apakah hubunganmu adalah hubungan yang membuatmu (lebih) bahagia. Kadang orang merasa bisa menerima "keburukan" pasangan sebagai hal lumrah dalam sebuah hubungan, karena ia tidak punya pembanding hubungan lain yang bisa membuatnya bahagia itu seperti apa.

Dengan analisa yang sama pula, ketika kamu punya mantan yang menurutmu lebih baik dari kekasihmu saat ini - siap-siap saja selalu terbayang masa lalu!

...

Maka kesimpulannya begini, mensyukuri hubungan yang kandas itu butuh proses waktu yang tidak sebentar. Jika kamu adalah orang yang masih belum sepenuhnya move on, take your time and enjoy the process. Sebagai orang yang melankolis yang gemar menganalisa, saya "menikmati" proses menyembuhkan luka saya dengan melakukan analisa-analisa seperti ini, menuliskannya ke blog, dan mencari tahu dengan lebih baik lagi apa yang sebenarnya saya inginkan dalam hidup. Kalau kamu seniman, energi sakit hatimu bisa kamu tuangkan pada karya-karyamu. Menurut saya, sebuah karya yang hebat lahir dari penderitaan yang hebat.  (Apakah saya lebay? Iya!!).

Syukurlah saya kini berada di posisi yang lebih bahagia. Saya ga kebayang kalau saya beneran menikah dengan sesemantan - saya mungkin akan sangat tidak bahagia. Ketahuilah bahwa orang yang kamu nikahi menentukan kebahagiaanmu sepanjang hidup. Jadi jangan main-main kayak Nikita Mirzani.

Cheers!

Komentar

  1. Thank you for sharing! Jadi cukup meringankan beban hati... Ditinggal menikah oleh mantan yg selama 9 tahun pisah.. Bener yg sulit ketika hanya hubungan yang kandas, tapi tidak dengan cinta... Saya beberapa kali patah hati... Tpi hanya ini yg benar2 berat... Pdahal selama 9 tahun sejak putus perasaan saya sudah baik2 aja... Tp krna suatu hari dipertemukan dengan kondisi masing2 sudah dalam versi baik... Trnyta cinta saya utk dia tumbuh lagi, karena dlu sebenarnya putus karena alasan dia mau hijrah... Sebulan lalu ketemu dia dan 2 mnggu setelahnya dia bilang mau taaruf... Dan tanggal 31 octobee nnti dia mau menikah.... Duh ngilu2 gk jelas rasanya hati ini 🥺 tp ini proses yg harus dilalui.... Padahal mungkin dia juga oerasaan ke saya sudah biasa saja, saya sendiri yg 'ge-er' tp hati gk bsa d bohongin, ttep ngilu 🥺 patah hati... Huhuhu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer