Story of My Life: Analisa Hubungan Pasca Putus dengan Mantan

Di era baru dunia digital saat ini, ada aturan bijaksana yang kurang lebih seperti ini: "simpan rapat-rapat kehidupan pribadimu", atau dalam bahasa tidak resminya: "JANGAN GALAU DI INTERNET, WOY!".

Aturan bijaksana ini saya pegang baik-baik kala galau diputus mantan 2 tahun yang lalu. Ada dendam dan marah mewarnai drama pasca putus dengan mantan, yang rasanya kepengen banget saya beberkan dalam acara serupa konferensi pers kepada semua orang yang mengenal saya dan mantan. Tapi emosi itu saya pendam habis-habisan, cuma saya salurkan dalam bentuk menulis diary di Penzu atau meracau kepada orang-orang yang benar-benar peduli dengan saya. Jadi, niat "usil" untuk menggelar cerita dramatis ke ranah publik pun tidak terjadi (kan malu juga kalo sampe jadi viral, walau mungkin bagus juga untuk publikasi bisnis hahaha). 

Sebenarnya saya "gatel" banget dari dulu pengen nulis ini. Entahlah, bagi penulis dan blogger, pasti paham perasaan saya. Ingin menuliskan isi hati yang boleh dibaca orang... Tapi saya juga masih sempat ada gengsi tinggi karena siapa tahu sesemantan membaca tulisan saya ini. Namun kini saya sudah di fase tidak lagi peduli soal gengsi, saya sudah makin mengenali diri saya sendiri. dan saya menulis ini karena ingin mengeluarkan uneg-uneg saja. Dan saya harap kekasih saya yang baru tidak keberatan... :p

....

HOW WE BROKE UP



Sebagai pembelaan, saya kira wajar bagi siapa saja untuk susah move on ketika diputus tiba-tiba tanpa ada pertanda dan penjelasan apa-apa. 

Saya dan mantan sudah berhubungan selama 7 tahun, di fase sudah perkenalan keluarga dan sudah hunting cincin tunangan. Tidak ada angin tidak ada hujan, sesemantan tiba-tiba minta "break". Otomatis saya langsung panik dan shock (konyolnya, terbersit dalam otak saya yang pertama kali adalah: "aduh mati kalo ga jadi kawin sama dia aku kawin sama siapa? siapa lagi yang mau sama aku?"). Oke, persetan dengan "we were on a break" ala hubungan Rachel dan Ross di Friends, bagi saya break di sebuah hubungan adalah sekedar "tidak mau rugi". Emang kalo break mau apa? Apakah "sah" berhubungan dengan orang lain, lantas setelah dirasa ga cocok balikan lagi sama mantan? (Seperti yang exactly dilakukan Ross Geller di Friends Season 3?!)

Tepat saat sang mantan mengungkapkan keinginannya untuk break, saya langsung otomatis kepikiran satu hal: sesemantan menemukan wanita lain. Saya kejar dia ketemu cewek siapa, tapi doi mengaku tidak ada wanita lain. Dia cuma bilang bahwa dia merasa hubungan kita sudah hambar dan mendingin. Saya ngotot dan bertanya, hubungan sudah 7 tahun emang mau hubungan seperti apa? Mendingin dan menjadi hambar itu wajar. Fase honeymoon in love yang menggebu-gebu memang sudah berakhir.

Tapi setelah drama penuh tangisan India, malamnya dia minta balikan dan bilang bahwa "dia cuma lelah". Hubungan kami pun membaik lagi. Sampai seminggu kemudian dia minta putus lagi, lewat telpon. Kali ini serius.

Kebetulan sang mantan kerja di luar kota, jadi begitu diputus saya nggak ada kesempatan ketemu untuk meminta penjelasan. Penjelasan hanya saya dapatkan dari percakapan penuh pertengkaran lewat telepon. Yang saya ingat adalah ia berkata "dunia kita sudah berbeda!" sebagai sebuah alasan lain. Saat itu saya menanggapi dengan sarkas bahwa dia berada di dunia ghaib dan saya di dunia nyata.

Kemudian saya yang kalut menelpon ibu sang mantan, mencurahkan isi hati saya, dan ibu sang mantan hanya minta saya untuk bersabar. Sayapun bersabar... berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi, menganalisa apa yang salah dalam hubungan kami, sambil membiarkan dia dalam kesendiriannya.... lantas siapa tahu kita balikan.

Namun satu bulan kemudian saya dengar selentingan bahwa dia sudah punya cewek lain. Ga butuh waktu lama, sehari setelah ulangtahun saya (dua bulan habis putus) saya lihat di profil whatsapp-nya sudah ada foto cincin tunangan. Dan saya tahu tak lama kemudian dia sudah kawin dengan wanita lain. 

.....

WHY WE BROKE UP

Konklusi yang saya ambil segera setelah saya mengetahui dia punya pacar baru tak lama setelah putus adalah: dia selingkuh. Sesuai dengan firasat saya di awal saat dia pertama kali minta break. 

Lantas kemudian saya mulai mengetahui banyak hal yang selama ini tidak terlihat oleh saya yang kelewat cuek jadi pacar. Ada banyak hal-hal yang makin mengindikasikan bahwa mungkin selama ini ia bukanlah the greatest boyfriend on earth. 

Apakah saya marah? Sangat. Saya bahkan sudah mengarang skenario ala Fatal Attraction di kepala saya. Kalau dijadiin film Indonesia skenario versi saya itu akan berjudul Mantan Gila. Haha. Anyway, bahkan menulis ini saya masih marah dan kesal, dan cerita di atas saya tulis dengan sedikit kelegaan dan kepuasaan pribadi yang tidak baik.

Saya merasa setiap hubungan harus punya "closure" yang tepat supaya bisa move on dengan bijaksana... Maka, saya mengira "closure" hubungan kami adalah kenyataan bahwa sesemantan diam-diam selingkuh dan bukan pacar yang baik. Dengan pengetahuan ini, saya merasa  bisa melangkah dengan baik untuk melupakan mantan. Namun, closure ini punya semacam "baggage" yang saya bawa kemudian: saya jadi curigaan setiap lelaki tukang selingkuh.

Lantas, dua tahun kemudian saya pun bertemu dengan mas S yang kemudian jadi pacar baru. (Cerita cinta alay saya dan mas S ini sudah saya tulis di tulisan sebelumnya. Tiga artikel sekaligus!). 

....

THANK GOD WE BROKE UP!




So, apakah mantan benar selingkuh?

Entahlah, mungkin dari perspektif sebagai "korban" saya akan menghakimi bahwa ia memang selingkuh. Namun, lama-lama saya mencoba untuk menjustifikasi alasan ia selingkuh.

Mungkin ia memang selingkuh, tapi ia tidak sepenuhnya salah.

Menjalani beberapa bulan bersama mas S, saya tidak hanya membandingkan ritme hubungan kami dengan hubungan saya dan mantan, namun juga membandingkan kepribadian mas S dan mantan. Hey, kamu boleh menceramahi saya soal "tidak boleh membanding-bandingkan" pacar baru dengan mantan, namun sulit untuk tidak melakukan perbandingan. Haha. Lagipula ini bukannya saya belum move on, tapi karena saya berusaha menganalisis hubungan yang lalu dan membawa pelajaran-pelajaran tersebut ke hubungan yang baru ini.

And for the first time, finally I just realize....bahwa semua penjelasan mantan yang dahulu terdengar omong kosong ternyata.... benar. Ironis ya? Butuh orang lain untuk menyadarkan itu. Saya menyadari hal itu setelah bertemu mas S, dan mungkin mantan sudah lama menyadari itu, terutama saat dia bertemu perempuan yang kini jadi istrinya.

Dua alasan yang paling saya ingat yang ia kemukakan (dan ternyata benar) adalah: hubungan kami sudah hambar dan dunia kami sudah jauh berbeda.

Kesalahannya adalah ia tidak mengkomunikasikan itu sebelumnya. Tiba-tiba saja ia melontarkan keluhan itu setelah putus, dimana saya yang terlalu cuek jadi pacar tidak pernah menyadari ada yang salah dengan hubungan kami sebelumnya. Sehingga ketika lontaran itu terucap pada kejadian yang sama sekali tidak diduga (ditambah lagi ia menyampaikannya dengan cara yang kurang bijaksana), otomatis saya shock dan marah.

Dulu saya bersyukur saya putus dengan mantan dengan anggapan bahwa sesemantan adalah "tukang selingkuh" , namun sejak bertemu mas S, saya bersyukur saya putus dengan mantan untuk alasan yang berbeda.

Mas S yang bilang, dalam sebuah chattingan dini hari, bahwa jika sesemantan benar-benar orang brengsek, tentunya sudah sejak lama ia akan berselingkuh dari saya. Bukannya butuh waktu 7 tahun. Mas S bilang bahwa mantan memang telah memilih wanita lain untuk jadi istrinya, dan mungkin mantan mencintai sang wanita itu. Sesemantan mungkin berselingkuh dari saya, tapi belum tentu ia berselingkuh dari istrinya. So... untuk pertama kalinya saya jadi kepikiran bahwa ada kemungkinan sesemantan benar-benar mencintai perempuan itu, bukannya ia tukang selingkuh. Kenyataan ini bikin saya lebih ke arah patah hati daripada sakit karena diselingkuhi.

(Tapi ya ga tau juga sih. Siapa tahu sesemantan beneran asshole. That's probably better!).

...

WELL, WE REALLY HAVE A DIFFERENT WORLD...




Saat minta putus. mantan pernah bilang bahwa dunia kami telah berbeda. Dahulu saya kira alasan ini mengada-ada dan omong kosong belaka. Namun sejak saya bertemu mas S, saya menyadari bahwa saya dan mantan memang punya dunia yang sudah berbeda. Tapi jelas yang dimaksud dunia yang berbeda bukanlah dia di dunia ghaib saya di dunia nyata....

Kami dulu memang satu jurusan saat kuliah dan punya selera musik yang sama, tapi itu bukan jaminan kami berdua bakalan punya visi misi hidup yang sama. Dengan berbeda pandangan hidup, beda dunia (saya kerja di bisnis kecil di bidang kreatif, dia kerja di kontraktor minyak), beda idealisme (saya lebih idealis), lalu serangkaian faktor-faktor lainnya... di titik tertentu saya sudah kehilangan interest dengan apa yang ia kerjakan (atau bahkan dirinya pribadi). Saya tidak peduli dengan kerjaan dia.... demikian dengan dia juga tidak peduli dengan apa yang saya kerjakan. Lalu kita pun juga berhenti membicarakan masa depan. (Bahkan mau kawin pun karena "dorongan" dari orangtua).

Mungkin alasan kami bersama adalah masalah kebiasaan. Dan rupanya butuh "pihak ketiga" untuk menyadarkan hal itu semua.

Setelah menjalani beberapa bulan dengan mas S, saya tidak hanya menemukan sosok kekasih yang bisa bikin saya jatuh hati, tapi juga partner yang cocok dalam banyak hal. Kami punya idealisme yang kurang lebih mirip, kami berkutat di dunia kerja yang sama, dan kami punya pandangan masa depan yang sama. Kami bahkan punya insecurity yang sama sehingga bisa saling ngasih motivasi. Karena memiliki kesamaan dalam banyak hal, saya bisa appreciate dengan apa yang mas S lakukan di kerjaannya, begitu pula dengannya, bisa memberikan apresiasi atas kerjaan dan hobi saya. Kami bahkan mencoba usaha bersama. Semuanya terasa seperti "click!" "click!" "click" langsung cocok. Saya juga keheranan sendiri bagaimana kami bisa dengan mudahnya "nyambung".

So yep, mas S is better than my ex. Haha. Mungkin sebenarnya bukan siapa yang lebih baik atau tidak, tapi dalam banyak hal saya bisa lebih cocok dengan mas S. Dan ada 1-2 hal "kelebihan" dari mas S yang bisa lebih saya hargain yang dulu tidak ada di mantan.

(Tapi entahlah, toh saya kan masih lagi in love phase - karena baru juga jadi pacar beberapa bulan - jadi hormon di kepala ini nampaknya membutakan rasionalitas di kepala!)

....

So, am I still mad about my ex?
Marah dan sedih itu masih ada. Jelas.. Terkadang bahkan juga ada motivasi balas dendam yang ingin memamerkan "Well, my life is better than you!". Tapi ya semuanya ga separah dulu lagi. Saya bahkan sudah tidak terlalu peduli lagi.

Saya ga mau jumawa dengan mengatakan bahwa kehidupan cinta saya sekarang begitu sempurna. Sebagaimana salah satu alasan kenapa hubungan 7 tahun saya bisa berakhir: suatu saat masa-masa indah yang saya rasakan saat ini juga akan menjadi hambar dan mendingin. Dan saya lumayan parno banget bahwa suatu saat itu akan tiba... dan memang akan tiba pada waktunya. Saya pikir dengan siapapun orangnya, masa hambar dan mendingin dalam hubungan itu akan tiba, jadi seenggaknya langkah praktik yang bisa kita lakukan adalah mencari orang yang tepat untuk diajak hambar dan mendingin. Haha.


Komentar

  1. well actually sbnrnya putus sih biasa, cuman klo ini org udh lama pacaran tapi gak brani face to face putusnya, come on! Aku jg malah lrbih parah tinggal brg, pacaran 5 thn tapi putus lewat email..hahah@but some people really coward :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer