LGBT Issue: My Point Of View


Saya nggak tahu isu LGBT ini kenapa belakangan begitu heboh, yang saya tahu awalnya karena ada gosip "komunitas LGBT" di Universitas Indonesia bernama SGRC UI, yang ternyata merupakan komunitas belajar yang mengkaji topik-topik seputar gender dan seksualitas (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/22/o1c80r282-sgrc-ui-kami-bukan-komunitas-lgbt). Lalu dipanas-panasin lagi oleh pernyataan Menristek yang mengatakan bahwa kaum LGBT tidak boleh masuk kampus. And then boom! netizen rame banget dengan isu LGBT. Terlihat dari news feed facebook saya, ada yang pro, sebagian besar kontra. Lantas diskusi bergulir dengan pewacanaan bahwa tidak ada gay yang born that way (itu akibat gaya hidup!), dibales mereka yang bilang gay sudah dari sononya, juga apakah LGBT gangguan kejiwaan atau bukan, dan seterusnya dan seterusnya hingga terakhir pas banget Saipul Jamil ketangkep mencabuli remaja laki-laki. 

Perlu diketahui dulu bahwa saya support kaum LGBT. Saya pikir mencintai adalah hak setiap orang. Menjadi diri sendiri adalah hak setiap orang. Selama itu tidak merugikan orang lain. Jadi, saya nulis begini bukan mau menengahi konflik pro-kontra LGBT ini, tapi sakjane malah makin manas-manasin. Dan kalau kamu tahu saya support mereka, harusnya kamu tahu bahwa tulisan ini tendensius ke arah situ. Jadi jika kamu terlalu gelap mata untuk men-judge seorang LGBT sebagai pendosa kelas berat tidak mampu diampuni dan hukumannya dibunuh sebagaimana kaum nabi Luth, maka tak ada gunanya kamu membaca ini. Yang ada kamu malah makin marah-marah. Tapi kalo di dalem hati kamu masih ada keterbukaan, atau masih ada rasa empati kepada kawan-kawan yang LGBT, mungkin tulisan ini ada gunanya. 

ARGUMENTASI PRO KONTRA LGBT

Saya pikir argumentasi pro kontra LGBT ini akan berlangsung abadi karena alasan yang dikemukakan sebenarnya tidak di satu level yang sama. Jadi mau teriak-teriak sampai mampus, adu argumentasi ini gag akan mufakat karena alasan yang dikemukakan masing-masing gag selevel. Begini, mereka yang anti LGBT biasanya adalah kalangan agamis (ada gag sih non-agamis yang anti LGBT?), yang akan membawa ayat dalam kitab suci, atau mungkin hadist, untuk melegitimasi bahwa LGBT adalah dosa besar. Harusnya, ini akhir diskusi. Sekian dan terimakasih. Tapi kemudian kalangan agamis ini membawa bukti ilmiah yang sebenarnya tidak terlalu kuat dan dipertanggungjawabkan, mengenai bahwa LGBT murni salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang bisa disembuhkan. Tentu saja, mereka yang pro LGBT (kebanyakan aliran liberal atau malah tidak beragama) akan memberikan bukti-bukti ilmiah lain, dan diskusi kemudian berlanjut makin panas..... namun tentu saja sampai kapanpun kalangan agamis ini akan percaya bahwa kita berasal dari Adam dan Hawa (bukan Adam dan Ali, atau Adam and Steve). Pada akhirnya kalangan agamis ini akan berpegang teguh pada penafsiran ajaran agama mereka sendiri. Jadi mau dikasih bukti-bukti ilmiah lain, tetep aja gag bakal ketemu karena yang mereka percayai adalah firman Tuhan yang tidak bisa diilmiahkan! Yang bikin makin rumit, scientific evidence tentang masalah kenapa orang bisa gay ini sendiri juga masih belum jelas. Jadi mau debat di ranah ilmiah pun, belum ketemu jawabannya.



Itulah kenapa bagi saya pro kontra LGBT ini nggak akan usai. Karena level perbincangannya nggak nyambung. Yang satu bawa firman Tuhan yang tidak bisa ditawar, satunya bawa bukti-bukti ilmiah. Jadi, bagi kamu yang anti LGBT, perdebatan ini akan usai ketika kamu berdebat lawan orang yang tidak seagama (atau malah nggak beragama), karena kalian berbicara dengan basis kepercayaan yang tidak sama. Demikian juga bagi yang pro-LGBT, saya merasa tidak perlu lah untuk mencari-cari celah di balik ayat kitab suci atau hadist, karena itu tidak ada gunanya - malah kesannya kayak cari-cari kesalahan. 

Lalu apa resolusinya?
Saya pikir solusi paling baik dari setiap hal adalah dibawa ke arah humanity (kemanusiaan). Memanusiakan manusia. Berbuat baik kepada sesama. Apa definisinya? Tidak merugikan orang lain! 

Jadi, bagi mereka yang anti-LGBT saya pikir ke-anti-annya itu bisa diterapkan dengan bagaimana kamu melindungi anak-anakmu dari LGBT yang kamu anggap dosa besar. Sudah begitu saja sudah cukup. Mungkin kalau anakmu mengaku gay kamu bisa semaput, tapi bayangkan kalau kamu punya sahabat baik yang tiba-tiba mengaku bahwa dia seorang gay, apa iya kamu tega sahabatmu ini dibinasakan? Kalau kamu percaya bahwa mereka bisa sembuh, kamu tentu akan mengajaknya baik-baik kan? Hate the sin, not the sinner. 

Buat yang pro-LGBT (like me), saya rasa kita juga bisa memberikan edukasi yang baik kepada mereka yang anti. Saya rasa yang bisa kita lakukan adalah menghomati kepercayaan mereka yang anti-LGBT, selama itu tidak disisipi kebencian-kebencian yang bertentangan dengan kemanusiaan.  Walaupun, saya pribadi mereka mereka yang sangat harsh menyumpahi pelaku LGBT, hingga bahkan mendukung Presiden Gambia yang kabarnya akan menggorok pelaku LGBT di negaranya (http://www.s-man.org/2016/02/hebohnya-berita-presiden-gambia-yang.html) sangat tidak bisa ditolerir. But then perhaps we must stop calling them bigots, karena itu artinya kita juga jadi fundamentalis liberal!

KENAPA SAYA SUPPORT KAUM LGBT

Sebelumnya, perlu diketahui dulu bahwa saya tidak terlalu relijius. Saya tidak mendeklarasikan saya atheis atau agnostik atau Islam Liberal (biar itu jadi urusan saya). But I do believe in humanity. Dengan mengetahui itu, saya rasa kamu tidak bisa memberikan argumentasi anti-LGBT dengan membawa firman Tuhan, karena saya punya kepercayaan yang mungkin berbeda darimu. Jadi, saya support kaum LGBT akan pilihan mereka untuk menjadi LGBT, murni karena empati aja. Karena bagi mereka untuk bisa menerima diri mereka sendiri sebagai seorang LGBT adalah hal yang luar biasa berat lho. Beban itu akan mereka bawa seumur hidup, termasuk beban bahwa mereka tidak akan bisa jadi keluarga yang normal, tidak bisa punya anak, beban dihujat, dan lain-lain. Saya rasa saya tidak bisa menghalangi mereka dari meraih kebahagiaan. Biarlah menjadi LGBT itu adalah salib yang harus mereka pikul (mengutip kata - kata Ernest Prakasa di blognya, such a good word), tanpa kita harus menambah beban hidup mereka. 

Anyway, coba tonton Philadelphia-nya Tom Hanks deh. Film melodramatik tahun 1993 yang menceritakan perjuangan seorang gay yang terkena HIV/AIDS dan kemudian didiskriminasi oleh orang-orang kantornya. Akting Tom Hanks superb banget di situ. Meleleh air mata!

Tambahan lagi, buat kamu yang percaya dukungan terhadap kaum LGBT menyebabkan populasi manusia punah - saya rasa itu argumen yang kejauhan. Kalau dari teori evolusi, "selfish-gene" kita akan selalu memihak pada keberlangsungan hidup spesies kita. Jadi, banyaknya kaum LGBT tidak akan menyebabkan heteroseksual punah. LGBT tetaplah populasi minoritas. Kalaupun sekarang banyak yang ngaku gay, itu bukan karena proses penularan - tapi saya rasa karena sekarang banyak yang lebih berani aja untuk menerima dan mengungkap jati diri mereka. Dan saya tahu pernyataan berikut ini akan sedikit kontroversi, tapi saya merasa LGBT adalah salah satu cara "baik" mengendalikan jumlah penduduk. Populasi manusia ini udah kebanyakan! Daripada pake cara Richmond Valentine di film Kingsman: Secret Service (2015) yang ngebunuhin orang-orang supaya bumi sehat kembali, mendingan pake cara begini kan? 

Matt Bomer, one of the actor who came out as gay. Kenapa cowok ganteng begini harus gay? Bayangin kalo ganteng mata keranjang banyak cewek yang mau banyak anak pula....  makin banyak jumlah penduduk dunia.

Ngomong-ngomong, buat kamu yang punya argumen-argumen lain soal LGBT yang mengesahkan ke-anti-anmu, ada artikel menarik dari teman saya yang dituliskannya di tulisanperempuan.com, bisa dibaca disini: http://tulisanperempuan.com/83/02/menyanggah-argumen-tentang-lgbt/.


....
In the end, saya rasa manusia memang membutuhkan proses untuk bisa menerima perbedaan. Ini sudah menjadi sejarah berabad-abad, dan proses menerima perbedaan itu selalu membutuhkan proses berdarah - darah (contohnya seperti kasus perpecahan Katholik dan Kristen, atau pemberontakan kulit hitam di Amerika Serikat). Saya percaya manusia akhirnya akan belajar untuk lebih bisa menerima perbedaan lain, kita sudah belajar untuk tidak rasis, tidak menghina agama orang lain, dan mungkin pada akhirnya belajar untuk menghargai pilihan orientasi seksual orang lain (selama itu tidak merugikan orang lain. Misal kasus pedofil, itu mah orientasi seksual yang merugikan orang lain!). 

Komentar

Postingan Populer