Tentang Poligami

HBO TV Series Big Love: about fundamentalist mormon fictional family with one husband and 3 wives. 

Poligami. 
Dijamin kata ini membuat sebagian besar wanita melengos, dan sebagiannya lagi ikhlas (atas nama berbakti pada suami). Sebelumnya, perlu diketahui dulu bahwa poligami artinya adalah suami / istri yang memiliki lebih dari satu istri / suami. Jika suami punya lebih dari satu istri, sebutan yang lebih tepat sebenarnya poligini. Jadi lawan kata poliandri (istri punya lebih dari satu suami) adalah poligini. Cuma orang kayaknya udah salah kaprah mengartikan Poligami, jadi ya udahlah kita sebut saja di tulisan ini satu suami dengan lebih dari satu istri itu Poligami. 

Belakangan ini, akibat seringnya nonton berita gosip di TV (satu-satunya alasan kenapa saya masih nonton TV lokal) lagi rame cerita-cerita seputar Poligami. Salah satu kasusnya, tentang seorang pelawak yang (mau) digugat cerai oleh istri keduanya. Juga tentang seorang ustad, kakak ustad terkenal, yang mantan istri mudanya mengadukannya ke media karena ketidakadilan yang terjadi selama pernikahan sirinya dengan sang ustad. Hal yang menarik dari pemberitaan itu adalah: yang marah-marah istri kedua. Aneh kan? Logikanya yang berang adalah istri pertama, tapi ternyata yang marah-marah dan tidak terima justru istri kedua. Logikanya lagi, harusnya istri kedua sejak awal sudah bisa menerima dirinya sebagai seseorang yang berbagi suami (atau kalo ga mau disebut merebut suami orang), dibandingkan istri pertama yang menikah dengan sang suami yang mungkin tanpa kepikiran bahwa suatu saat bakal dimadu.

Pinternya acara gosip, isu ini kemudian berkembang bahwa Poligami akan selalu menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Tayang juga, diambil dari youtube, tentang curahan hati seorang perempuan berjilbab hitam dan bercadar yang mengaku tertekan setelah dipoligami suaminya. Seolah-olah nggak mau kalah, lantas muncul pula cerita-cerita tandingan tentang keluarga poligami yang bahagia. Curahan hati perempuan lain yang mengaku ia rela hidup bersama suami dan istri lainnya. Tersenyum bahagia bahwa keluarga mereka baik-baik saja. Belum lagi ada ustad terkenal pula yang tampak keluarganya samara dengan 2 istrinya. (Ini yang hebat bukan suaminya sih, tapi istri-istrinya yang bisa terima suaminya kawin lagi).

Sebagai perempuan, perempuan urban yang tidak terlalu agamis pula, saya tidak hendak mengatakan bahwa saya ANTIPOLIGAMI. Emh.. sebenarnya Antipoligami tidak terlalu tepat, lebih tepatnya ANTIDIPOLIGAMI. Ini sikap saya. Nggak iso ditawar. Sikap ini bisa berubah sih sebenarnya, jikalau yang mau ngepoligami saya Ryan Gosling atau Channing Tatum. Kalo cowok-cowok itu mah mau jadi istri keduabelas saya rela aja, asal dapet jatah. Haha.

"Mas, mau donk dijadiin istri kedua...."

Saya tidak mau terlalu berapi-api untuk mengatakan bahwa Poligami itu selalu berakibat buruk (utamanya pada istri). Karena, saya punya kenalan juga yang lahir dari keluarga poligami, dan dia bilang dia oke-oke aja bapaknya punya dua istri, malah dia seneng karena punya dua ibu. Tapi, tanpa mengurangi rasa hormat, mungkin sang perempuan yang sampai rela suaminya naik ranjang dengan wanita lain pastilah perempuan yang benar-benar menekan egonya dengan sangat dalam. Ego ini ditekan sedemikian dalam, dengan kompensasi akan ada jaminan surga kelak. Lucunya, di surga juga konon katanya kan sang suami akan dikelilingi bidadari-bidadari perawan yang katanya menunduk malu-malu, jadi tetap aja di dunia dan di surga harus berbagi suami! (Clearly, agama lahir di jaman yang sangat patriakal).

Ada cerita menarik mengenai Nabi Ibrahim dengan 2 istrinya. Cerita ini tentu saja punya banyak versi, tapi ini versi yang saya tahu. Setau saya Nabi Ibrahim punya istri dua: Sarah dan Hajar. Sarah, istri pertama Ibrahim tidak punya anak, sehingga membolehkan Ibrahim untuk menikahi Hajar. Maka kemudian Ibrahim punya anak dari Hajar bernama Ismail. Lalu, digambarkan Sarah yang cemburu menyuruh Ibrahim untuk mengusir Hajar dan Ismail, lantas meninggalkan Hajar dan Ismail yang kehausan di padang pasir. Hajar kemudian bolak-balik berlari di antara 2 bukit untuk mencari air, hingga kemudian Allah mengeluarkan mata air yang kemudian disebut zam-zam. Perjalanan Hajar ini kemudian menjadi salah satu rukun haji bagi umat islam yang disebut Sa'i.

Saya mendengarkan cerita itu jaman kecil, dan tiba pada kesimpulan bahwa Sarah adalah pihak yang jahat Tapi seiring saya dewasa, saya menyadari bahwa cerita ini terdengar sangat aneh kalau diceritakan ulang di kondisi sosial saat ini. Perspektif berbeda akan mengatakan bahwa Ibrahim-lah yang gag bisa mendamaikan kedua istrinya (semakin menunjukkan bahwa poligami bahkan hal yang susah buat seorang Nabi) atau Ibrahim adalah suami - suami takut istri. Ngomong-ngomong, kalau saya bilang begini saya yakin saya bakal ditawur banyak orang. Ini emang kontroversi hati banget.


Dalam konteks agama, ada ayat dalam kitab suci Islam, tentang poligami:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [An-Nisa: 3]

Sejauh yang saya tahu ada setidaknya 3 pandangan soal tafsir ayat ini.

Pandangan 1: 
Bahwa suami boleh menikahi lebih dari satu wanita selama dia dapat berbuat ADIL. Ini dijadikan alasan (atau pembelaan) bagi orang-orang yang melaksanakan Poligami. 

Pandangan 2 (rata-rata orang agak moderat):
Bahwa suami boleh menikahi lebih dari satu wanita selama dia dapat berbuat ADIL. Tapi manusia adalah tempatnya salah, dan nggak pernah bisa adil, jadi satu wanita aja cukup.

Pandangan 3 (kata orang islam liberal):
Islam liberal biasanya lebih suka memaknai ayat Quran secara kontekstual, jadi ayat itu turun sebenarnya untuk MEMBATASI jumlah perempuan yang boleh dinikahi. Jaman dulu (jaman dulu mah lebih parah patriakalnya dibanding sekarang), laki-laki nikah lebih dari satu adalah hal yang wajar (bahkan katanya boleh menggauli budak sendiri). Karena itu ayat turun untuk membatasi jumlahnya.

Lalu bagaimana pandangan saya sendiri? Saya sih ngerasa bahwa di jaman sekarang ini, jaman dimana Ibu Kartini dielu-elukan berkat era Soeharto karena semangat emansipasinya, Poligami is irrelevant. Poligami udah gag relevan lagi. Iya kalik jaman Nabi, perempuan mana ada yang kerja kayak sekarang, ga bisa menghidupi dirinya sendiri, dan jauuhhh lebih tergantung dengan sosok laki-laki (atau karena memang budaya saat itu memang sangat mengerdilkan lingkup pemikiran dan aktivitas kaum perempuan). Jadi saya pikir, poligami mungkin memang relevan di jaman Nabi (yakni sekitar 14 abad yang lalu), tapi di jaman sekarang yang pemikirannya jauh lebih maju, dan gaung-gaung feminisme bahkan sudah menyentuh tanah Arab, Poligami sudah tidak lagi menjawab persoalan. Kalo kamu mau bantu seorang janda, ya udah kasihkan lah pekerjaan - atau apa kek. Gag harus dikawinin!

Ah sudahlah, cinta itu posesif, dan egois. Dan jaman sekarang, orang menikah karena cinta itu sudah hal yang sangat biasa - yang mungkin populer di dunia berkat kisah romantisnya Romeo dan Juliet, atau yang selera lokal kayak Siti Nurbaya. Namun sifat yang menyertai cinta itu sendiri ya itu tadi: kepemilikan. Saya pikir, cinta hampir selalu sejalan dengan rasa cemburu. Cinta yang ga berbalas akan mengakibatkan penderitaan dan rasa sedih. Mana ada kamu cinta sama orang, tapi tuh orang ga cinta sama kamu, lantas kamu melepaskannya dengan rasa bahagia? (Kalau ada yang begitu saya pengen tau donk! Ini orang pasti lebih mencintai orang lain itu dibandingkan dirinya sendiri). Jadi jika di awal seorang perempuan dan lelaki menikah karena cinta, maka akan sangat mustahil bagi sang istri untuk merelakan suaminya menikah lagi (yang artinya: kawin dan beranak dengan perempuan lain). Kalau emang dari awal komitmen menikahnya karena agama (anjuran agama untuk melegalkan persetubuhan, atau supaya punya anak "halal"), itu sih lain persoalan!

Komentar

Postingan Populer