Mungkin Tidak Semua Orang Ditakdirkan Sukses

Oscar Isaac as Llewyn Davis, in Coen Brother's movie Inside Llewyn Davis.
Sudah pernah nonton film Coen Brothers yang berjudul Inside Llewyn Davis (2013)? Bersetting tahun 60-an, Inside Llewyn Davis bercerita mengenai kehidupan Llewyn Davis, seorang musisi folk yang sedang berjuang menata hidupnya yang kacau. Llyewn Davis, diperankan oleh Oscar Isaac, adalah musisi yang sedang mencoba sukses, tapi apa daya hidupnya hanya menyajikan hal-hal yang pahit. Partner bermusiknya meninggal, albumnya tidak laku, karirnya tidak menjanjikan, ia tidak punya rumah tetap, menghamili istri sahabatnya sendiri dan gag punya uang untuk aborsi - intinya kehidupannya adalah sebuah komedi satir mengenai kegagalan. Bukan sebuah film yang terlalu menyenangkan untuk ditonton, apalagi film ini kebalikan dari memberikan optimisme tinggi, namun Inside Llewyn Davis adalah contoh film yang baik mengenai ketidaksuksesan.



....
Siapa sih yang tidak menginginkan kesuksesan? Bagi kita, terutama kalangan menengah hingga menengah ke atas, kesuksesan adalah semacam tolak ukur dalam menghakimi menilai orang lain. Kesuksesan berbeda dengan kebahagiaan. Kesuksesan biasanya erat kaitannya dengan sebuah pencapaian tertentu (entah caranya legal atau tidak, beruntung atau tidak). Kesuksesan diukur melalui nilai-nilai materi: uang, karir, popularitas, dan kekuasaan. Sesuatu yang akan dianggap 'fana' oleh agama manapun, namun tetap saja tidak mencegah orang-orang dalam mengejarnya. Agama, maupun ilmu-ilmu spritual lainnya, biasanya lebih menekankan pada unsur kebahagiaan dibandingkan kesuksesan. Kebahagiaan lebih bermakna kedamaian secara psikologis, lebih bersifat abstrak dan kualitatif. Secara logika orang harusnya mengejar kebahagiaan, namun kesuksesan adalah tujuan duniawi yang lebih ambisius dan menggiurkan. Manusia juga biasanya cenderung lebih iri dengan orang-orang yang sukses dibandingkan dengan orang yang bahagia, dan membuat orang-orang yang ga sukses tersebut menjadi minder (dan kemudian mengalihkan isu kepada "sukses belum tentu bahagia" untuk menentramkan hati akan nasib yang gag jelas).

Begini, sukses itu beda-beda ya. Tapi mari sedikit menyamakan pandangan: sukses itu salah satu tolak ukurnya adalah uang. Uang bisa disertai dengan popularitas, karir atau kekuasaan. Kamu boleh bilang bahwa "sukses bagiku tidak berarti harta berlimpah", namun seberapa cukup itu biasanya konsisten pada: kehidupan yang memberimu karir yang cukup membanggakan, rumah yang layak, kendaraan yang cukup bagus, dan kalo jaman sekarang: bisa travelling ke tempat-tempat yang asyik. Menjadi sukses itu artinya kamu bisa dateng reuni tanpa malu, tentu saja sambil tetap menampilkan image low profile agar tidak dicap sombong. Dan berawal dari cukup sesuai standar awalmu, biasanya standar kesuksesan ini kemudian akan merangkak naik dan makin serakah. Ya, namanya juga manusia.

Manusia mana sih yang tidak ingin sukses? Apapun bidangmu lah. Misal kamu karyawan, tentu kamu ingin karirmu naik. Misal kamu seniman, tentu kamu ingin karyamu diakui dunia. Misal kamu penyanyi, tentu kamu ingin albummu laku. Dan optimisme tinggi bahwa semua orang bisa mengejar kesuksesan adalah hal yang jamak kita temui di masyarakat: lewat seminar dan pelatihan yang menghadirkan motivator ulung, artikel inspiratif tentang underdog yang kemudian bisa sukses, acara-acara talent show yang menghadirkan nobody menjadi pemenang masyarakat, hingga buku-buku berisi strategi konkret untuk bisa sukses. Pokoknya, banyak sekali cerita-cerita tentang kesuksesan, dan kita dibesarkan melalui gambaran hidup ideal bahwa suatu saat kita bisa sukses. Tapi, apa emang semua orang bisa sukses? Or even worse, apa Tuhan memang memberikan kesempatan yang adil bagi orang untuk bisa sukses?


Coba dibaca salah satu quote menarik dari film Fight Club (David Fincher, 1999):


My favorite quote from Tyler Durden in Fight Club movie.
Pernyataan di atas terdengar sangat pesimis dan susah untuk dipercaya. Tepatnya, susah buat kita untuk percaya bahwa tidak semua orang bisa sukses. Mempercayai bahwa kesuksesan adalah segelintir milik orang tertentu yang terpilih pasti bukan gambaran dunia adil yang kita harapkan. Saya, berada di usia 20-an, berada dalam generasi yang "muluk-muluk". Saya hidup pada generasi yang mempercayai bahwa kami bisa hidup lewat passion (baca: passion bisa menghasilkan uang). Dan berasal dari kalangan menengah, melalui pendidikan perguruan tinggi, saya percaya gambaran ideal usia 25 tahun ke atas adalah begini: punya karir yang dirintis dari awal, tapi dengan gaji yang cukup (dan lebih tinggi jelas dibandingkan usia 25 tahun generasi dua dekade yang lalu), dan menikah dengan orang yang kita cintai serta membina keluarga sakinah-mawadah-warohmah. Yap, that's an ideal life. But what the fuck. I learn that life full of shitty stuff, and reality is sucks. Anyway, kalo kamu usia 25 tahun ke atas, dan kamu sukses dan bahagia, then congrats! Kamu adalah segelintir orang yang bisa menikmati itu. Nikmati saja sebelum kondisi berubah, karena kamu gag tahu gimana Tuhan akan memainkan nasibmu.

Karena saya dibesarkan dalam nilai-nilai Islam, saya cukup familiar dengan salah satu ayat Al-Quran, dan ayat ini termasuk populer:

.إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka,” (Ar Raad : 11).

Ayat itu menyiratkan satu hal: nek kon arep sukses, kudu kerja keras. Kalau kamu mau sukses, kamu sendiri yang harus bekerja keras mewujudkannya. Namun rupanya cara kerja hidup tidak sesederhana itu. Banyak juga orang yang sudah bekerja keras, tapi tidak mencapai standar sukses yang diharapkannya. Banyak orang kerja keras tapi ujungnya belum tentu berhasil. Tuhan rupanya punya permainan yang kompleks, dan kadang sedikit ironi. Mungkin selera humor Tuhan sedikit satir. Rupanya aturan baku: bekerja keras menghasilkan kesuksesan tidak sepenuhnya benar. Lalu, ada tambahan lagi: kalo kamu sudah kerja keras tapi belum berhasil, mungkin doamu kurang. Karena orang ngoyo, kalah sama orang bejo. Dan orang bejo, bejonya dapetnya dari Tuhan. Tapi saya merasa kerja keras + doa = sukses juga nggak sepenuhnya benar. Contoh kasusnya banyak. Itu orang ateis yang ga percaya doa yang sukses juga banyak kok, dan orang yang doanya kuat juga banyak juga yang nasibnya "diuji Tuhan".

Anyway, sudah pernah baca bukunya Outliernya Malcolm Gladwell? Dibandingkan buku-buku tentang kesuksesan sejenis yang memberikan motivasi bagimu untuk meraih kesuksesan, buku Outlier ini emang Outlier, alias beda dari yang lain. Daripada menerapkan rumus-rumus dan motivasi mencapai kesuksesan, Outlier justru mengupas rahasia-rahasia orang sukses. Dan ternyata tidak seadil yang kita bayangkan sebelumnya. Outlier justru menunjukkan bahwa selain kerja keras, ada faktor kesempatan di balik kesuksesan orang-orang tertentu. Kesempatan ini bisa jadi sebuah keberuntungan, dan kesannya emang nggak adil. Sebagai contoh: kesempatan sukses seorang enterpreneur yang bapaknya pengusaha sukses jelas lebih besar daripada entrepreneur yang anak orang miskin. Ini jelas beda dengan dogma media-media lainnya, yang selalu menunjukkan bahwa kesuksesan diraih dari pintu-pintu kerja keras. Eh ternyata, kesuksesan juga banyak yang diraih lewat pintu-pintu nepotisme.

(Ngomong-ngomong, tapi saya juga percaya kerja keras adalah resep jitu yang peluangnya lebih besar dalam mencapai kesuksesan dibandingkan situ ga kerja keras. Apalagi kalo situ ga punya bokap kaya atau penguasa. Hehe. Tapi memang, peluangnya ga seratus persen. Karena kita gag bisa nebak hidup jalannya gimana.)

Acara-acara talent show menghasilkan seorang pemenang, terkadang dengan cerita mengharu biru: seorang anak yang nggak punya yang bermimpi bisa sukses, and he/she nailed it. Tapi orang nggak mau lihat bahwa untuk jadi pemenang, nih pemenang mengalahkan ribuan peserta - yang mungkin kisahnya juga sama haru-birunya, dan mimpinya sama besarnya. Jadi, harusnya acara talent show bukan mengajarkan kita bahwa kita bisa meraih apa yang kita mau, tapi dari sekian banyak yang kepengen sukses, cuma satu orang yang bisa sukses. Membaca cerita-cerita orang yang bisa sukses, kamu meyakini bahwa banyak sekali orang sukses - dan kamu bisa menjadi salah satu di antaranya. Tapi, sebenarnya yang gag sukses sih lebih banyak lagi cuma gag diekspos. Dan belum tentu, mereka yang gag sukses ini kerja kerasnya kurang keras dibandingkan mereka yang sukses. Cuma siapa yang mau ngangkat cerita depresif macam begini?

So, realita ternyata lebih kejam dari ibu tiri. Mimpi-mimpi yang dicekoki ke kita melalui asuhan, media, artikel, cerita-cerita inspiratif kadang ada saatnya harus berbenturan kenyataan yang ada. Cerita-cerita itu membangun opini yang sangat optimis dalam hidup, namun rupanya siapa yang tidak jadi pesimis kalau mengetahui realita tidak sempurna? Nah itulah bagi saya bedanya anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak percaya pada mimpi, orang dewasa menyadari realitanya. Menjadi dewasa artinya menyadari realitanya, tapi bisa bertahan hidup. 



...
Akhir kata, tulisan ini tidak bermaksud merangkulmu ke jurang pesimisme yang saya punya (YES I'M PESSIMIST!), tapi mengajakmu untuk lebih bisa menerima realita yang kadang tidak sesuai dengan khayalan idealmu. Tulisan ini juga ga bermaksud menghancurkan mimpi untuk bisa sukses, karena saya percaya kesuksesan bisa dikejar juga. Caranya? dengan kerja keras dan doa. Walaupun itu juga bukan jaminan sih. Tuhan punya sistem kerja yang aneh. Emang hidup ini aneh. Orang-orang alim sukanya nyandak takdir dan pasrah kalo sudah begini... Kalo kamu udah kerja keras (mungkin doanya keras juga), tapi kamu tidak bisa mencapai standar sukses yang kamu inginkan - atau lebih buruknya lagi kamu merasa hidupmu menyedihkan, that's okay. Gag usah depresi. Karena banyak kok yang senasib. Kamu ga sukses? Santai, temannya banyak kok. Termasuk saya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer