Sampai Mati Kita Tidak Akan Pernah Tahu Apa-Apa

Lagi musim ngomongin agama ya. Entahlah, ini dunia politik Indonesia lagi kacau karena polarisasi ekstrim yang terjadi, dan entah bagaimana tiba-tiba nyrempet ke agama. Ini saya nggak cuma ngomongin satu kubu lho (yang suka disebut kaum "sumbu pendek" atau "bumi datar"), tapi juga kubu saingannya (suka diejekin sebagai "bani serbet"). Kedua kubu lagi getol banget ngomong agama sama politik. Termasuk saya. Walaupun saya berusaha nggak memihak salah satu, karena saya hobi nyinyirin dua-duanya :D

Tulisan random saya kali ini, lagi-lagi ngomongin agama dan filsafat...

Demo Ahok berjilid-jilid menjadi salah satu bukti adanya polarisasi politik yang bawa-bawa agama. (Source: merdeka.com)

Nah, kalau ada seseorang mencoba mengkritik agamanya (yang akan dianggap sebagai "membenci" dan lantas menjurus ke arah sebutan "munafiqun"), maka biasanya seseorang akan menasehatinya seperti ini, "Jangan membenci (atau mengkritik) sesuatu yang tidak kamu ketahui dengan baik,".

Saya akan mengquote salah satu tulisan yang beredar di facebook timeline saya:
"Orang-orang mulai membicarakan agama meskipun dia sendiri bukan dalam kapasitasnya sebagai seorang ahli agama. Berlagak jadi Mufti, Sang Pemberi Fatwa, padahal jika ditanya ilmu-ilmu pokok dan ilmu alat agama saja mungkin tidak tahu. Kadang, hanya berbekal membaca untaian-untaian paragraf kaum liberalis, pluralis, yang terinspirasi dari pemikiran barat sudah menggebu-gebu dan bernafsu menjudge agama islam begini begitu."
Tulisan ini menggelitik saya. Saya menangkap intinya sebagai berikut: "Situ kalo belom belajar agama dengan benar ga usah ngomongin agama lah!".

Di sinilah saya merasa tersindir. Karena saya ini hobi ngomongin agama, tapi ilmu agama saya paling banter dapetnya dari sekolah ama pondok Ramadhan. Udah gitu bacaannya makin ke sini buku-buku filsafat, sains, dan sejarah, tiga hal yang jelas paling getol ngejatohin agama. Kalo ada orang ngajak debat masalah beginian bawa-bawa hadist dan ayat Quran, saya jelas kalah.

Sudahkah Anda mempelajari "kitab-kitab" liberal dan komunis supaya nggak asal ngomong kayak orang di atas? Eman lho bikin spanduk mahal, konten tulisannya jadi bahan ketawaan.. 

Tapi... sebenarnya pernyataan di atas juga bisa dibalik. Bagi mereka kaum agamais yang suka ngehina-hina "musuh-musuh" ideologi mereka: filsafat, sains, agama lain, liberalisme, pluralisme, komunisme, -isme2 yang lain, dll..... sudahkah mereka belajar dengan baik hal-hal di atas yang juga suka kerap kali mereka kritik dengan sadis? 

Hey, Anda beragama Islam, dan mengklaim agama lain salah. Sudahkah Anda mempelajari agama lain dengan benar? Dan definisi belajar yang benar bukan belajar dari Zakir Naik yang jelas jualan kecap. Tapi situ kalo mau belajar agama Kristen ya belajarlah ke pendeta, atau belajar agama Buddha belajarlah ke pemimpin agama mereka. Intinya, belajarlah dari "sumbernya" langsung. Supaya argumentasi yang ada di otak Anda untuk menimbang mana yang benar sudah seimbang.

Saya kayaknya pernah baca dari buku Black Swan (yang bytheway isinya ruwet abis. Baca cuma 2 bab kalik habis gitu nyerah dan dibalikin deh) tentang istilah "negasi negatif". Entahlah, ini istilah bener atau enggak karena bukunya udah nggak di saya lagi jadi saya nggak bisa ngecek. 

Ini bukunya. Susah amat bacanya, 2 bab doank ga sanggup ngelanjutin hahaha...
Yang saya tangkap mengenai "negasi negatif" (sorry ya kalo istilah ini salah), bahwa inti negasi negatif adalah ketika Anda mempunyai suatu hipotesis di otak, maka buktikan kebenaran hipotesis itu dengan mencari kesalahan-kesalahannya! Jadi, bukan mencari yang mendukung pembenaran Anda, karena Anda akan selalu menemukan "pembenaran" (bukan kebenaran lho ye). (Ada juga sih istilah untuk ini.. cuma saya lupa).

Lalu sampailah saya kepada pemikiran absurd seperti ini....

Jadi, untuk mengklaim Anda sudah menemukan kebenaran agama Anda... Anda harus belajar agama lain. Agama besar di dunia emang paling cuma ada Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, Buddha... tapi ada agama lain juga yang "bisa jadi" benar: Sinto, Baha'i, Sikh, dll. Atau siapa tau bentuk yang disebut "kepercayaan"-lah yang benar? Kejawen, Sunda Wiwitan, dll. Atau siapa tau agamanya Lia Eden yang benar... So.... untuk menemukan kebenaran dari segi agama, Anda harus mempelajari semua agama. Ga terbatas soal agama.. tapi juga dari sudut pandang yang lain: sejarah, filsafat, dan sains.

Buseeeeettt.... harus belajar semuanya? 

Sementara kita untuk bisa hidup harus kerja. Harus istirahat. Harus senang-senang biar ga stress. 

Terlalu banyak ilmu yang harus dipelajari, terlalu sedikit waktu, dan kapasitas otak juga terbatas.

Maka, keimanan mungkin adalah sesuatu yang jauh lebih mudah. Udahlah, pilih salah satu, percaya aja. Dan moga-moga benar. End of story.

....
Jadi, mungkin sampai mati kita tidak akan pernah tahu apa-apa.
Ini jadi mengingatkan saya pada hakikat filsafat yang paling hakiki dari Socrates:
The only true wisdom is in knowing you know nothing
Seperti apa kebenaran itu? Kita tidak pernah tahu. Tidak ada kebenaran mutlak. Semuanya relatif. Kita tidak akan pernah tahu apa-apa.







Lalu hidup terasa hampa dan mengerikan. Jreng!

Komentar

  1. Betul sekali. Mempelajari yang lain bukan berarti menggadaikan iman kita sendiri, kalau anda yakin dengan apa yang sudah diyakini, makan iman anda akan kokoh. Jangan menyalahkan kepercayaan lain atas kelunturan iman anda sendiri.

    Ibarat anda punya taman bunga, yang layu karena anda asyik memperhatikan taman bunga yang lain. Anda lupa menyirami taman bunga anda, lama2 layu dan mati juga. Iman itu perlu dipupuk dan disirami, biar tidak kering. Jangan salahkan orang lain jika iman anda layu dan kering.

    Keberagaman untuk satu Indonesia 👍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer